Rabu, 29 Mei 2013

Mencermati Rancangan Kurikulum 2013



MENCERMATI KURIKULUM RANCANGAN 2013
Eko Prasetyo *)
Sejak 29 November sampai dengan 23 Desember 2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan uji publik terhadap rancangan kurikulum baru yang akan mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2012-2013 mendatang. Kurikulum yang oleh Kemendikbud diberi nama kurikulum 2013 tersebut konon katanya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2006 (KTSP) dan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004).
Secara konsep, terdapat perubahan mendasar yang disajikan pada kurikulum 2013 jika dibandingkan dengan KTSP yang kini sedang diterapkan. Kurikulum 2013 menerapkan konsep tematik dan integratif. Konsep baru ini sangat nampak pada kurikulum yang diterapkan di SD. Namun, konsep integratif dan tematik tidak dapat kita temukan dengan jelas pada satuan pendidikan tingkat SMP dan SMA/SMK. Berdasarkan dokumen uji public kurikulum 2013 yang dipublikasikan Kemendikbud dalam situs resminya (kurikulum2013.kemendikbud.go.id), kita sulit untuk mencermati secara nyata aplikasi dari konsep integratif dan tematik yang disampaikan sebagai sebuah pembeda pada tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA/SMK.
Rancangan kurikulum 2013 yang dipublikasikan Kemendikbud menampilkan perubahan pada jumlah pelajaran dan pembagian kelompok pelajaran yang akan ditempuh oleh para peserta didik. Pelajaran terbagi menjadi kelompok pelajaran wajib (kelompok pelajaran A dan B), dan kelompok pelajaran pilihan (pelajaran C). kelompok pelajaran A pada tingkat SD terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Matematika, Bahasa Indonesia. Kelompok pelajaran A pada tingkatan SMP dan SMA sama dengan kelompok pelajaran pada SD, namun ditambahkan dengan IPA, IPS dan Bahasa Inggris pada tingkat SMP. Sedangkan pada SMA ditambah dengan Sejarah Indonesia, Bahasa inggris. Kelompok pelajaran B terdiri dari pendidikan seni budaya dan prakarya, serta pendidikan jasmani dan kesehatan. Kelompok pelajaran A dan B inilah yang nantinya menjadi pelajaran wajib bagi siswa.
Pada kurikulum SD konsep tematik dan integrative nampaknya tidak begitu sulit untuk diterapkan, mengingat pendidikan pada tingkat SD masih menggunakan konsep guru kelas. Artinya guru kelas dapat mengetahui dengan lebih rinci bagaimana cara dan implementasi tematik yang harus dilakukannya. Pada rancangan kurikulum SD, tejadi perubahan sangat mendasar. Dalam draf usulan kurikulum 2013, pelajaran IPA dan IPS terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Begitu juga ada tambahan jam pelajaran pada Pendidikan Agama.
Pada kurikulum SMP, berdasarkan dokumen uji publik kurikulum 2013,konsep integrative dan tematik nampaknya belum benar-benar dapat ditemukan dan diaplikasikan. Mengingat tidak banyak hal yang berubah dari segi pelajaran yang disampaikan kepada siswa jika dibandingkan dengan pelajaran pada KTSP maupun KBK.
Perubahan Nampak pada kurikulum SMA. Pada kurikulum SMA, penjurusan dilakukan mulai kelas X. artinya selain menerima pelajaran model kelompk A dan kelompok B, mereka secara otomatis akan melakukan dan memilih kelompok pelajaran C. kelompok pelajaran C ini merupakan kelompok pelajaran konsentrasi yang terdiri dari kelompok pelajaran Sains, kelompok pelajaran sosial dan kelompok pelajaran bahasa. Kelompok pelajaran ini mereka pilih ketika para siswa masuk di kelas X.
Konsep kurikulum dan implementasinya             
Secara konsep semua kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia dan akan diterapkan selanjutnya sangatlah baik. Konsep KBK maupun KTSP yang sekarang masih diterapkan dan akan tergantikan dengan kurikulum 2013 nantinya tidaklah buruk. Secara konsep baik KBK maupun KTSP Nampak begitu sempurna. Namun, belum genap 2 tahun KBK diterapkan telah diganti dengan konsep baru yang kita kenal dengan KTSP (kurikulum 2006). Artinya belum sepenuhnya kurikulum tersebut dapat terimplementasi di sekolah sudah dilakukan perubahan konsep. Begitu juga dengan KTSP yang sekarang dianut dan diterapkan ddi sekolah-sekolah di Indonesia. Walaupun telah 6 tahun KTSP diterapkan, namun sampai dengan detik ini implementasi dari KTSP masih dalam proses adaptasi dan penyesuaian.
Melakukan perubahan mendasar atas sebuah kurikulum lebih mudah dalam tataran konsep dari pada pada tataran implementasi. Artinya perubahan konsep  kurikulum mungkin dapat dilakukan dalam waktu singkat, namun implementasinya buth waktu tidaklah pendek. Kondisi ini Nampak jelas pada pengimplementasian KTSP saat ini. Sampai saat ini masih banyak sekolah yang sedang belajar dan beradaptasi dengan KTSP, utamanya sekolah-sekolah pinggiran dan sekolah kecil dan di daerah pedalaman. Kalaupun telah diterapkan sebagian besar hanyalah dalam aspek dokumen kurikulum semata. Semua dokumen kurikulum yang berada di sekolah maupun di tangan guru telah berubah dan bertuliskan KTSP, namun dalam implementasi pembelajaran di kelas tidak ada yang berubah.
Nampaknya kondisi ini juga sangat mungkin terjadi pada perubahan kurikulum 2013 yang direncanakan aakan segera diterapkan pada awal tahun pelajaran 2013-2014 mendatang. Kekawatiran ini sangatlah beralasan, mengingat walaupun KTSP telah dijalankan dalam kurun waktu 6 tahun terakhir ini, namun  belum semua sekolah dan guru mampu menerapkan KTSP sesuai dengan harapan pemerintah.
Model penyusunan kurikulum
Selama ini, kegagalan penerapan kurikulum sering ditimpakan pada guru sebagai akar permasalahan penyebab kegagalan penerapan kurikulum tersebut. Beberapa pakar pendidikan menyebut bahwa kualitas guru Indonesia yang masih rendah yang membuta mereka kesulitan dalam mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah.
Tudingan mengenai ketidaksiapan guru juga mengemuka begitu kuat ketika menyambut rencana pengimplementasian kurikulum 2013 ini. Namun, benarkah akar penyebab kegagalan penerapan kurikulum tersebut adalah karena guru yang tidak siap dan berkualitas? Nampaknya tudingan ini perlu dikoreksi dan diluruskan.
Selama ini kurikulum disusun dan dibuat dengan model top down. Artinya kurikulum dibuat oleh tim yang katanya pakar pendidikan dan ahli dibidang pendidikan. Sebagai akibat penyusunan kurikulum yang bersifat top down, terkadang kurikulum tersebut tidak dapat memahami dan mengakomodasi kondisi dan permasalahan di lapangan. Mungkin factor utama penyebab kegagalan kurikulum tersebut diterapkan oleh guru adalah karena memang kurikulum tersebut tidaklah aplikatif.
Sebagai contoh konten pada pelajaran di SMK pada KTSP begitu banyak. Pada saat yang sama siswa SMK dipaksa untuk mempelajari pelajaran yang begitu banyak. Kemudian ditambah dengan pelajaran vokasional. Sedangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia sangatlah terbatas. Akhirnya guru dipaksa untuk menyelesaikan materi yang harus mereka sampaikan berdasarkan pedoman kurikulum. Sehingga guru hanya mengajar dan kejar target pada materi teori. Pada saat yang bersamaan siswa SMK dituntut untuk mahir dan menguasai pelajaran vokasi. Sedangkan waktu mereka banyak terserap pada pelajaran teori. Belum lagi standar nilai teori yang dijadikan patokan kelulusan siswa. Sehingga mau tidak mau siswa lebih berkonsentrasi pada upaya untuk belajar teori demi lulus ujian nasional daripada belajar keterampilan vokasi.
Hal penting yang harus dicermati dan dikoreksi adalah tentang konten kurikulum itu sendiri. Jangan-jangan yang membuat guru tidak dapat menerapkan kurikulum dan dianggap gagal dalam menerapkan kurikulum adalah kurikulum itu sendiri yang memang tidak dapat diterapkan. Kondisinya akan semakin sulit bagi guru-guru yang berada di daerah terpencil dengan segala keterbatasan dan permasalahan di lingkungan pendidikan tempat mereka berada. Artinya konsep kurikulum yang diterapkan selama ini kadang sulit mengakomodasi kondisi daerah.
Bukan hal yang mustahil nantinya ketika kurikulum 2013 ini sulit diterapkan di lapangan, maka yang dipersalahkan adalah guru. Guru dianggap tidak berkualitas dan gagal dalam menerapkan kurikulum. Kondisinya akan berbeda ndaikata konsep pengembangan kurikulum dikembangkan dengan model buttom up.
Kurikulum disusun oleh para guru dari berbagai daerah yang dikumpulkan dan dibimbing oleh para ahli. Dengan kondisi ini guru lebih tahu dan punya kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya dalam proses pengembangan kurikulum. Dengan demikian mungkin kurikulum akan lebih implementatif dan membumi.
Model pengembangan kurikulum 2013 yang tetap menggunakan pola top down ini dikhawatirkan akan menimbulkan gap yang besar antara teori dan aplikasinya dalam kelas. Oleh karenanya perlu dan penting diperhatikan bagi pemerintah untuk mencermati terjadinya gap antara konsep yang diharapkan dalam kurikulum 2013 dengan aplikasinya di lapangan.
Proses penilaian
Kurikulum 2013 konon katanya menekankan pada penilaian portofolio dan penilaian proses. Penilaian hasil tidak sepenuhnya dilakukan diakhir dan dijadikan sebagai satu-satunya indikator utama. Penting mencermati model penilaian yang akan dikembangkan dalam kurikulum 2013 mendatang. Ini penting, mengingat sebaik apapun konsep pendidikan yang tersaji pada kurikulum 2013, namun proses evaluasi peserta didik dilakukan dengan cara yang salah akan menjadi mubadzir konsep mumpuni tersebut.
Sistem penilaian seperti model Ujian Nasional telah menjadi blunder dan penyebab kegagalan implementasi KTSP. Sebagian sekolah beranggapan bahwa lebih penting menyiapkan anak untuk lulus dalam ujian nasional daripada menyiapkan mereka dengan karakter dan keterampilan hidup yang sesungguhnya. Ini sangat logis, mengingat ukuran keberhasilan siswa dan sekolah hanya dilihat dari hasil ujian nasional. Jika sekolah memiliki nilai yang tinggi, ini bermakna bahwa mereka telah berhasil. Begitu juga sebaliknya. Akhirnya guru dan warga sekolah seolah mengabaikan berbagai konsep dalam KTSP. Yang mereka perhatikan adalah bagaimana menyiapkan anak secara kognitif agar lulus ujian nasional.
Mencermati model dan system evaluasi yang akan diterapkan kurikulum 2013 sangatlah penting. Dalam salah satu drafnya disebutkan bahwa pada bidang SMK disebutkan bahwa ujian nasional akan dilaksanakan pada kelas X1. Ini bermakna bahwa model penentuan kompetensi siswa hanya berdasarkan pada nilai ujian nasional. Jika demikian kondisinya, maka dikawatirkan perubahan konsep kurikulum tidak akan menimbulkan perubahan perilaku guru dan sekolah dalam menerapkannya. Dikawatirkan guru dan sekolah hanya fokus pada teori dan menyiapkan siswa untuk ujian semata.
Konsep ujian nasional juga tetap dijadikan fokus pada kurikulum 2013 ini. Selain pada SMK pelaksanaan ujian nasional pada siswa SMA kelas XI juga diwacanakan pada kurikulum ini. Jika konsep UN tidak dirubah atau hanya berubah nama, namun bentuk dan system dasarnya sama, maka sangat dikawatirkan kurikulum 2013 ini akan mandul dalam pelaksanaan. Kemandulan dan kegagalan ini terjadi akibat sekolah ataupun guru juga siswa hanya berfokus pada persiapan ujian teori pada ujian nasional saja.
Akan lebih bijak jika ujian akihir diwujudkan pada ujian karya, riset atau sejenisnya yang dipublikasikan secara luas. Artinya pemerintah menyiapkan sebuah wadah sebagai tempat publikasi bagi karya yang dibuat oleh siswa. Karya mereka dimuat mulai dari tingkat nasional sampai dengan tingkatan lokal daerah. Karya dan atau riset ini dijadikan sebagai sebuah projek akhir untuk penilaian dan syarat kelulusan siswa.
Semua siswa yang telah melakukan publikasi karyanya baru dapat dinyatakan lulus. Artinya setiap orang dapat melacak karya yang dibuat setiap siswa di seluruh Indonesia lewat sebuah media yang memang disiapkan dan difasilitasi oleh pemerintah. Karya meeka dikelompkkan dalam beberapa tingkatan. Tingkat 1 digunakan untuk menampung karya 500 siswa terbaik secara nasional. Pada tingkat 2 digunakan untuk mewadai karya siswa yang dinyatakan terbaik 500-1000 secara nasional. Kemudian baru dipilah terbaik provinsi sampai dengan kabupaten. Bagi siswa yang tidak termasuk dalam terbaik baik nasional, provinsi maupun kabupaten diwadahi dalam jurnal publikasi sekolah.
Penilaian dengan model tugas karya ini akan lebih terbuka dan mampu memacu kreativitas anak. Artinya siswa dapat dinyatakan lulus jika telah mampu  menyelesaikan tugas proyek atau tugas karya. Mirip seperti tugas akhir pada perguruan tinggi.
*) Eko Prasetyo, S.Pd adalah guru SMK Negeri Tempursari Kabupaten Lumajang, Sekretaris PDK kosgoro Banyuwangi, Dosen Universitas Bakti Indonesia-Banyuwangi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar