MENCERMATI KURIKULUM
RANCANGAN 2013
Eko Prasetyo *)
Sejak 29 November sampai dengan 23
Desember 2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan uji publik
terhadap rancangan kurikulum baru yang akan mulai diterapkan pada tahun
pelajaran 2012-2013 mendatang. Kurikulum yang oleh Kemendikbud diberi nama
kurikulum 2013 tersebut konon katanya merupakan penyempurnaan dari kurikulum
2006 (KTSP) dan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004).
Secara konsep, terdapat perubahan
mendasar yang disajikan pada kurikulum 2013 jika dibandingkan dengan KTSP yang
kini sedang diterapkan. Kurikulum 2013 menerapkan konsep tematik dan
integratif. Konsep baru ini sangat nampak pada kurikulum yang diterapkan di SD.
Namun, konsep integratif dan tematik tidak dapat kita temukan dengan jelas pada
satuan pendidikan tingkat SMP dan SMA/SMK. Berdasarkan dokumen uji public
kurikulum 2013 yang dipublikasikan Kemendikbud dalam situs resminya
(kurikulum2013.kemendikbud.go.id), kita sulit untuk mencermati secara nyata aplikasi
dari konsep integratif dan tematik yang disampaikan sebagai sebuah pembeda pada
tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA/SMK.
Rancangan kurikulum 2013 yang
dipublikasikan Kemendikbud menampilkan perubahan pada jumlah pelajaran dan
pembagian kelompok pelajaran yang akan ditempuh oleh para peserta didik.
Pelajaran terbagi menjadi kelompok pelajaran wajib (kelompok pelajaran A dan
B), dan kelompok pelajaran pilihan (pelajaran C). kelompok pelajaran A pada
tingkat SD terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Matematika, Bahasa Indonesia. Kelompok pelajaran A pada
tingkatan SMP dan SMA sama dengan kelompok pelajaran pada SD, namun ditambahkan
dengan IPA, IPS dan Bahasa Inggris pada tingkat SMP. Sedangkan pada SMA
ditambah dengan Sejarah Indonesia, Bahasa inggris. Kelompok pelajaran B terdiri
dari pendidikan seni budaya dan prakarya, serta pendidikan jasmani dan
kesehatan. Kelompok pelajaran A dan B inilah yang nantinya menjadi pelajaran
wajib bagi siswa.
Pada kurikulum SD konsep tematik
dan integrative nampaknya tidak begitu sulit untuk diterapkan, mengingat
pendidikan pada tingkat SD masih menggunakan konsep guru kelas. Artinya guru
kelas dapat mengetahui dengan lebih rinci bagaimana cara dan implementasi
tematik yang harus dilakukannya. Pada rancangan kurikulum SD, tejadi perubahan
sangat mendasar. Dalam draf usulan kurikulum 2013, pelajaran IPA dan IPS
terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Begitu juga ada tambahan jam pelajaran
pada Pendidikan Agama.
Pada kurikulum SMP, berdasarkan
dokumen uji publik kurikulum 2013,konsep integrative dan tematik
nampaknya belum benar-benar dapat ditemukan dan diaplikasikan. Mengingat tidak
banyak hal yang berubah dari segi pelajaran yang disampaikan kepada siswa jika
dibandingkan dengan pelajaran pada KTSP maupun KBK.
Perubahan Nampak pada kurikulum
SMA. Pada kurikulum SMA, penjurusan dilakukan mulai kelas X. artinya selain
menerima pelajaran model kelompk A dan kelompok B, mereka secara otomatis akan
melakukan dan memilih kelompok pelajaran C. kelompok pelajaran C ini merupakan
kelompok pelajaran konsentrasi yang terdiri dari kelompok pelajaran Sains,
kelompok pelajaran sosial dan kelompok pelajaran bahasa. Kelompok pelajaran ini
mereka pilih ketika para siswa masuk di kelas X.
Konsep kurikulum dan implementasinya
Secara konsep semua kurikulum yang
pernah diterapkan di Indonesia dan akan diterapkan selanjutnya sangatlah baik.
Konsep KBK maupun KTSP yang sekarang masih diterapkan dan akan tergantikan
dengan kurikulum 2013 nantinya tidaklah buruk. Secara konsep baik KBK maupun
KTSP Nampak begitu sempurna. Namun, belum genap 2 tahun KBK diterapkan telah
diganti dengan konsep baru yang kita kenal dengan KTSP (kurikulum 2006).
Artinya belum sepenuhnya kurikulum tersebut dapat terimplementasi di sekolah
sudah dilakukan perubahan konsep. Begitu juga dengan KTSP yang sekarang dianut
dan diterapkan ddi sekolah-sekolah di Indonesia. Walaupun telah 6 tahun KTSP
diterapkan, namun sampai dengan detik ini implementasi dari KTSP masih dalam
proses adaptasi dan penyesuaian.
Melakukan perubahan mendasar atas
sebuah kurikulum lebih mudah dalam tataran konsep dari pada pada tataran
implementasi. Artinya perubahan konsep kurikulum mungkin dapat dilakukan
dalam waktu singkat, namun implementasinya buth waktu tidaklah pendek. Kondisi
ini Nampak jelas pada pengimplementasian KTSP saat ini. Sampai saat ini masih
banyak sekolah yang sedang belajar dan beradaptasi dengan KTSP, utamanya
sekolah-sekolah pinggiran dan sekolah kecil dan di daerah pedalaman. Kalaupun telah
diterapkan sebagian besar hanyalah dalam aspek dokumen kurikulum semata. Semua
dokumen kurikulum yang berada di sekolah maupun di tangan guru telah berubah
dan bertuliskan KTSP, namun dalam implementasi pembelajaran di kelas tidak ada
yang berubah.
Nampaknya kondisi ini juga sangat
mungkin terjadi pada perubahan kurikulum 2013 yang direncanakan aakan segera
diterapkan pada awal tahun pelajaran 2013-2014 mendatang. Kekawatiran ini
sangatlah beralasan, mengingat walaupun KTSP telah dijalankan dalam kurun waktu
6 tahun terakhir ini, namun belum semua sekolah dan guru mampu menerapkan
KTSP sesuai dengan harapan pemerintah.
Model penyusunan kurikulum
Selama ini, kegagalan penerapan
kurikulum sering ditimpakan pada guru sebagai akar permasalahan penyebab kegagalan
penerapan kurikulum tersebut. Beberapa pakar pendidikan menyebut bahwa kualitas
guru Indonesia yang masih rendah yang membuta mereka kesulitan dalam
mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah.
Tudingan mengenai ketidaksiapan guru
juga mengemuka begitu kuat ketika menyambut rencana pengimplementasian
kurikulum 2013 ini. Namun, benarkah akar penyebab kegagalan penerapan kurikulum
tersebut adalah karena guru yang tidak siap dan berkualitas? Nampaknya tudingan
ini perlu dikoreksi dan diluruskan.
Selama ini kurikulum disusun dan
dibuat dengan model top down. Artinya kurikulum dibuat oleh tim yang
katanya pakar pendidikan dan ahli dibidang pendidikan. Sebagai akibat
penyusunan kurikulum yang bersifat top down, terkadang kurikulum tersebut tidak
dapat memahami dan mengakomodasi kondisi dan permasalahan di lapangan. Mungkin
factor utama penyebab kegagalan kurikulum tersebut diterapkan oleh guru adalah
karena memang kurikulum tersebut tidaklah aplikatif.
Sebagai contoh konten pada
pelajaran di SMK pada KTSP begitu banyak. Pada saat yang sama siswa SMK dipaksa
untuk mempelajari pelajaran yang begitu banyak. Kemudian ditambah dengan
pelajaran vokasional. Sedangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia sangatlah
terbatas. Akhirnya guru dipaksa untuk menyelesaikan materi yang harus mereka
sampaikan berdasarkan pedoman kurikulum. Sehingga guru hanya mengajar dan kejar
target pada materi teori. Pada saat yang bersamaan siswa SMK dituntut untuk
mahir dan menguasai pelajaran vokasi. Sedangkan waktu mereka banyak terserap
pada pelajaran teori. Belum lagi standar nilai teori yang dijadikan patokan
kelulusan siswa. Sehingga mau tidak mau siswa lebih berkonsentrasi pada upaya
untuk belajar teori demi lulus ujian nasional daripada belajar keterampilan
vokasi.
Hal penting yang harus dicermati
dan dikoreksi adalah tentang konten kurikulum itu sendiri. Jangan-jangan yang
membuat guru tidak dapat menerapkan kurikulum dan dianggap gagal dalam
menerapkan kurikulum adalah kurikulum itu sendiri yang memang tidak dapat
diterapkan. Kondisinya akan semakin sulit bagi guru-guru yang berada di daerah
terpencil dengan segala keterbatasan dan permasalahan di lingkungan pendidikan
tempat mereka berada. Artinya konsep kurikulum yang diterapkan selama ini
kadang sulit mengakomodasi kondisi daerah.
Bukan hal yang mustahil nantinya
ketika kurikulum 2013 ini sulit diterapkan di lapangan, maka yang dipersalahkan
adalah guru. Guru dianggap tidak berkualitas dan gagal dalam menerapkan
kurikulum. Kondisinya akan berbeda ndaikata konsep pengembangan kurikulum
dikembangkan dengan model buttom up.
Kurikulum disusun oleh para guru
dari berbagai daerah yang dikumpulkan dan dibimbing oleh para ahli. Dengan
kondisi ini guru lebih tahu dan punya kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya
dalam proses pengembangan kurikulum. Dengan demikian mungkin kurikulum akan
lebih implementatif dan membumi.
Model pengembangan kurikulum 2013
yang tetap menggunakan pola top down ini dikhawatirkan akan
menimbulkan gap yang besar antara teori dan aplikasinya dalam kelas. Oleh
karenanya perlu dan penting diperhatikan bagi pemerintah untuk mencermati
terjadinya gap antara konsep yang diharapkan dalam kurikulum 2013 dengan
aplikasinya di lapangan.
Proses penilaian
Kurikulum 2013 konon katanya
menekankan pada penilaian portofolio dan penilaian proses. Penilaian hasil
tidak sepenuhnya dilakukan diakhir dan dijadikan sebagai satu-satunya indikator
utama. Penting mencermati model penilaian yang akan dikembangkan dalam
kurikulum 2013 mendatang. Ini penting, mengingat sebaik apapun konsep
pendidikan yang tersaji pada kurikulum 2013, namun proses evaluasi peserta
didik dilakukan dengan cara yang salah akan menjadi mubadzir konsep mumpuni
tersebut.
Sistem penilaian seperti model
Ujian Nasional telah menjadi blunder dan penyebab kegagalan implementasi KTSP.
Sebagian sekolah beranggapan bahwa lebih penting menyiapkan anak untuk lulus
dalam ujian nasional daripada menyiapkan mereka dengan karakter dan
keterampilan hidup yang sesungguhnya. Ini sangat logis, mengingat ukuran keberhasilan
siswa dan sekolah hanya dilihat dari hasil ujian nasional. Jika sekolah
memiliki nilai yang tinggi, ini bermakna bahwa mereka telah berhasil. Begitu
juga sebaliknya. Akhirnya guru dan warga sekolah seolah mengabaikan berbagai
konsep dalam KTSP. Yang mereka perhatikan adalah bagaimana menyiapkan anak
secara kognitif agar lulus ujian nasional.
Mencermati model dan system
evaluasi yang akan diterapkan kurikulum 2013 sangatlah penting. Dalam salah
satu drafnya disebutkan bahwa pada bidang SMK disebutkan bahwa ujian nasional
akan dilaksanakan pada kelas X1. Ini bermakna bahwa model penentuan kompetensi
siswa hanya berdasarkan pada nilai ujian nasional. Jika demikian kondisinya,
maka dikawatirkan perubahan konsep kurikulum tidak akan menimbulkan perubahan perilaku
guru dan sekolah dalam menerapkannya. Dikawatirkan guru dan sekolah hanya fokus
pada teori dan menyiapkan siswa untuk ujian semata.
Konsep ujian nasional juga tetap
dijadikan fokus pada kurikulum 2013 ini. Selain pada SMK pelaksanaan ujian
nasional pada siswa SMA kelas XI juga diwacanakan pada kurikulum ini. Jika
konsep UN tidak dirubah atau hanya berubah nama, namun bentuk dan system
dasarnya sama, maka sangat dikawatirkan kurikulum 2013 ini akan mandul dalam
pelaksanaan. Kemandulan dan kegagalan ini terjadi akibat sekolah ataupun guru
juga siswa hanya berfokus pada persiapan ujian teori pada ujian nasional saja.
Akan lebih bijak jika ujian akihir
diwujudkan pada ujian karya, riset atau sejenisnya yang dipublikasikan secara
luas. Artinya pemerintah menyiapkan sebuah wadah sebagai tempat publikasi bagi
karya yang dibuat oleh siswa. Karya mereka dimuat mulai dari tingkat nasional
sampai dengan tingkatan lokal daerah. Karya dan atau riset ini dijadikan
sebagai sebuah projek akhir untuk penilaian dan syarat kelulusan siswa.
Semua siswa yang telah melakukan
publikasi karyanya baru dapat dinyatakan lulus. Artinya setiap orang dapat
melacak karya yang dibuat setiap siswa di seluruh Indonesia lewat sebuah media
yang memang disiapkan dan difasilitasi oleh pemerintah. Karya meeka
dikelompkkan dalam beberapa tingkatan. Tingkat 1 digunakan untuk menampung
karya 500 siswa terbaik secara nasional. Pada tingkat 2 digunakan untuk mewadai
karya siswa yang dinyatakan terbaik 500-1000 secara nasional. Kemudian baru dipilah
terbaik provinsi sampai dengan kabupaten. Bagi siswa yang tidak termasuk dalam
terbaik baik nasional, provinsi maupun kabupaten diwadahi dalam jurnal
publikasi sekolah.
Penilaian dengan model tugas karya
ini akan lebih terbuka dan mampu memacu kreativitas anak. Artinya siswa dapat
dinyatakan lulus jika telah mampu menyelesaikan tugas proyek atau tugas
karya. Mirip seperti tugas akhir pada perguruan tinggi.
*) Eko Prasetyo, S.Pd adalah
guru SMK Negeri Tempursari Kabupaten Lumajang, Sekretaris PDK kosgoro
Banyuwangi, Dosen Universitas Bakti Indonesia-Banyuwangi