Ini adalah aku pada saat menghadiri acara perpisahan di sekolah,dimana hari itu adalah hari terakhir ku di sekolah yang sangat aku cintai,sebab aku akan pergi meninggalkannya demi mengejar mimpi-mimpi ku yang belum selesai...!!!!
Kamis, 12 Desember 2013
Rabu, 29 Mei 2013
Mencermati Rancangan Kurikulum 2013
MENCERMATI KURIKULUM
RANCANGAN 2013
Eko Prasetyo *)
Sejak 29 November sampai dengan 23
Desember 2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan uji publik
terhadap rancangan kurikulum baru yang akan mulai diterapkan pada tahun
pelajaran 2012-2013 mendatang. Kurikulum yang oleh Kemendikbud diberi nama
kurikulum 2013 tersebut konon katanya merupakan penyempurnaan dari kurikulum
2006 (KTSP) dan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004).
Secara konsep, terdapat perubahan
mendasar yang disajikan pada kurikulum 2013 jika dibandingkan dengan KTSP yang
kini sedang diterapkan. Kurikulum 2013 menerapkan konsep tematik dan
integratif. Konsep baru ini sangat nampak pada kurikulum yang diterapkan di SD.
Namun, konsep integratif dan tematik tidak dapat kita temukan dengan jelas pada
satuan pendidikan tingkat SMP dan SMA/SMK. Berdasarkan dokumen uji public
kurikulum 2013 yang dipublikasikan Kemendikbud dalam situs resminya
(kurikulum2013.kemendikbud.go.id), kita sulit untuk mencermati secara nyata aplikasi
dari konsep integratif dan tematik yang disampaikan sebagai sebuah pembeda pada
tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA/SMK.
Rancangan kurikulum 2013 yang
dipublikasikan Kemendikbud menampilkan perubahan pada jumlah pelajaran dan
pembagian kelompok pelajaran yang akan ditempuh oleh para peserta didik.
Pelajaran terbagi menjadi kelompok pelajaran wajib (kelompok pelajaran A dan
B), dan kelompok pelajaran pilihan (pelajaran C). kelompok pelajaran A pada
tingkat SD terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Matematika, Bahasa Indonesia. Kelompok pelajaran A pada
tingkatan SMP dan SMA sama dengan kelompok pelajaran pada SD, namun ditambahkan
dengan IPA, IPS dan Bahasa Inggris pada tingkat SMP. Sedangkan pada SMA
ditambah dengan Sejarah Indonesia, Bahasa inggris. Kelompok pelajaran B terdiri
dari pendidikan seni budaya dan prakarya, serta pendidikan jasmani dan
kesehatan. Kelompok pelajaran A dan B inilah yang nantinya menjadi pelajaran
wajib bagi siswa.
Pada kurikulum SD konsep tematik
dan integrative nampaknya tidak begitu sulit untuk diterapkan, mengingat
pendidikan pada tingkat SD masih menggunakan konsep guru kelas. Artinya guru
kelas dapat mengetahui dengan lebih rinci bagaimana cara dan implementasi
tematik yang harus dilakukannya. Pada rancangan kurikulum SD, tejadi perubahan
sangat mendasar. Dalam draf usulan kurikulum 2013, pelajaran IPA dan IPS
terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Begitu juga ada tambahan jam pelajaran
pada Pendidikan Agama.
Pada kurikulum SMP, berdasarkan
dokumen uji publik kurikulum 2013,konsep integrative dan tematik
nampaknya belum benar-benar dapat ditemukan dan diaplikasikan. Mengingat tidak
banyak hal yang berubah dari segi pelajaran yang disampaikan kepada siswa jika
dibandingkan dengan pelajaran pada KTSP maupun KBK.
Perubahan Nampak pada kurikulum
SMA. Pada kurikulum SMA, penjurusan dilakukan mulai kelas X. artinya selain
menerima pelajaran model kelompk A dan kelompok B, mereka secara otomatis akan
melakukan dan memilih kelompok pelajaran C. kelompok pelajaran C ini merupakan
kelompok pelajaran konsentrasi yang terdiri dari kelompok pelajaran Sains,
kelompok pelajaran sosial dan kelompok pelajaran bahasa. Kelompok pelajaran ini
mereka pilih ketika para siswa masuk di kelas X.
Konsep kurikulum dan implementasinya
Secara konsep semua kurikulum yang
pernah diterapkan di Indonesia dan akan diterapkan selanjutnya sangatlah baik.
Konsep KBK maupun KTSP yang sekarang masih diterapkan dan akan tergantikan
dengan kurikulum 2013 nantinya tidaklah buruk. Secara konsep baik KBK maupun
KTSP Nampak begitu sempurna. Namun, belum genap 2 tahun KBK diterapkan telah
diganti dengan konsep baru yang kita kenal dengan KTSP (kurikulum 2006).
Artinya belum sepenuhnya kurikulum tersebut dapat terimplementasi di sekolah
sudah dilakukan perubahan konsep. Begitu juga dengan KTSP yang sekarang dianut
dan diterapkan ddi sekolah-sekolah di Indonesia. Walaupun telah 6 tahun KTSP
diterapkan, namun sampai dengan detik ini implementasi dari KTSP masih dalam
proses adaptasi dan penyesuaian.
Melakukan perubahan mendasar atas
sebuah kurikulum lebih mudah dalam tataran konsep dari pada pada tataran
implementasi. Artinya perubahan konsep kurikulum mungkin dapat dilakukan
dalam waktu singkat, namun implementasinya buth waktu tidaklah pendek. Kondisi
ini Nampak jelas pada pengimplementasian KTSP saat ini. Sampai saat ini masih
banyak sekolah yang sedang belajar dan beradaptasi dengan KTSP, utamanya
sekolah-sekolah pinggiran dan sekolah kecil dan di daerah pedalaman. Kalaupun telah
diterapkan sebagian besar hanyalah dalam aspek dokumen kurikulum semata. Semua
dokumen kurikulum yang berada di sekolah maupun di tangan guru telah berubah
dan bertuliskan KTSP, namun dalam implementasi pembelajaran di kelas tidak ada
yang berubah.
Nampaknya kondisi ini juga sangat
mungkin terjadi pada perubahan kurikulum 2013 yang direncanakan aakan segera
diterapkan pada awal tahun pelajaran 2013-2014 mendatang. Kekawatiran ini
sangatlah beralasan, mengingat walaupun KTSP telah dijalankan dalam kurun waktu
6 tahun terakhir ini, namun belum semua sekolah dan guru mampu menerapkan
KTSP sesuai dengan harapan pemerintah.
Model penyusunan kurikulum
Selama ini, kegagalan penerapan
kurikulum sering ditimpakan pada guru sebagai akar permasalahan penyebab kegagalan
penerapan kurikulum tersebut. Beberapa pakar pendidikan menyebut bahwa kualitas
guru Indonesia yang masih rendah yang membuta mereka kesulitan dalam
mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah.
Tudingan mengenai ketidaksiapan guru
juga mengemuka begitu kuat ketika menyambut rencana pengimplementasian
kurikulum 2013 ini. Namun, benarkah akar penyebab kegagalan penerapan kurikulum
tersebut adalah karena guru yang tidak siap dan berkualitas? Nampaknya tudingan
ini perlu dikoreksi dan diluruskan.
Selama ini kurikulum disusun dan
dibuat dengan model top down. Artinya kurikulum dibuat oleh tim yang
katanya pakar pendidikan dan ahli dibidang pendidikan. Sebagai akibat
penyusunan kurikulum yang bersifat top down, terkadang kurikulum tersebut tidak
dapat memahami dan mengakomodasi kondisi dan permasalahan di lapangan. Mungkin
factor utama penyebab kegagalan kurikulum tersebut diterapkan oleh guru adalah
karena memang kurikulum tersebut tidaklah aplikatif.
Sebagai contoh konten pada
pelajaran di SMK pada KTSP begitu banyak. Pada saat yang sama siswa SMK dipaksa
untuk mempelajari pelajaran yang begitu banyak. Kemudian ditambah dengan
pelajaran vokasional. Sedangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia sangatlah
terbatas. Akhirnya guru dipaksa untuk menyelesaikan materi yang harus mereka
sampaikan berdasarkan pedoman kurikulum. Sehingga guru hanya mengajar dan kejar
target pada materi teori. Pada saat yang bersamaan siswa SMK dituntut untuk
mahir dan menguasai pelajaran vokasi. Sedangkan waktu mereka banyak terserap
pada pelajaran teori. Belum lagi standar nilai teori yang dijadikan patokan
kelulusan siswa. Sehingga mau tidak mau siswa lebih berkonsentrasi pada upaya
untuk belajar teori demi lulus ujian nasional daripada belajar keterampilan
vokasi.
Hal penting yang harus dicermati
dan dikoreksi adalah tentang konten kurikulum itu sendiri. Jangan-jangan yang
membuat guru tidak dapat menerapkan kurikulum dan dianggap gagal dalam
menerapkan kurikulum adalah kurikulum itu sendiri yang memang tidak dapat
diterapkan. Kondisinya akan semakin sulit bagi guru-guru yang berada di daerah
terpencil dengan segala keterbatasan dan permasalahan di lingkungan pendidikan
tempat mereka berada. Artinya konsep kurikulum yang diterapkan selama ini
kadang sulit mengakomodasi kondisi daerah.
Bukan hal yang mustahil nantinya
ketika kurikulum 2013 ini sulit diterapkan di lapangan, maka yang dipersalahkan
adalah guru. Guru dianggap tidak berkualitas dan gagal dalam menerapkan
kurikulum. Kondisinya akan berbeda ndaikata konsep pengembangan kurikulum
dikembangkan dengan model buttom up.
Kurikulum disusun oleh para guru
dari berbagai daerah yang dikumpulkan dan dibimbing oleh para ahli. Dengan
kondisi ini guru lebih tahu dan punya kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya
dalam proses pengembangan kurikulum. Dengan demikian mungkin kurikulum akan
lebih implementatif dan membumi.
Model pengembangan kurikulum 2013
yang tetap menggunakan pola top down ini dikhawatirkan akan
menimbulkan gap yang besar antara teori dan aplikasinya dalam kelas. Oleh
karenanya perlu dan penting diperhatikan bagi pemerintah untuk mencermati
terjadinya gap antara konsep yang diharapkan dalam kurikulum 2013 dengan
aplikasinya di lapangan.
Proses penilaian
Kurikulum 2013 konon katanya
menekankan pada penilaian portofolio dan penilaian proses. Penilaian hasil
tidak sepenuhnya dilakukan diakhir dan dijadikan sebagai satu-satunya indikator
utama. Penting mencermati model penilaian yang akan dikembangkan dalam
kurikulum 2013 mendatang. Ini penting, mengingat sebaik apapun konsep
pendidikan yang tersaji pada kurikulum 2013, namun proses evaluasi peserta
didik dilakukan dengan cara yang salah akan menjadi mubadzir konsep mumpuni
tersebut.
Sistem penilaian seperti model
Ujian Nasional telah menjadi blunder dan penyebab kegagalan implementasi KTSP.
Sebagian sekolah beranggapan bahwa lebih penting menyiapkan anak untuk lulus
dalam ujian nasional daripada menyiapkan mereka dengan karakter dan
keterampilan hidup yang sesungguhnya. Ini sangat logis, mengingat ukuran keberhasilan
siswa dan sekolah hanya dilihat dari hasil ujian nasional. Jika sekolah
memiliki nilai yang tinggi, ini bermakna bahwa mereka telah berhasil. Begitu
juga sebaliknya. Akhirnya guru dan warga sekolah seolah mengabaikan berbagai
konsep dalam KTSP. Yang mereka perhatikan adalah bagaimana menyiapkan anak
secara kognitif agar lulus ujian nasional.
Mencermati model dan system
evaluasi yang akan diterapkan kurikulum 2013 sangatlah penting. Dalam salah
satu drafnya disebutkan bahwa pada bidang SMK disebutkan bahwa ujian nasional
akan dilaksanakan pada kelas X1. Ini bermakna bahwa model penentuan kompetensi
siswa hanya berdasarkan pada nilai ujian nasional. Jika demikian kondisinya,
maka dikawatirkan perubahan konsep kurikulum tidak akan menimbulkan perubahan perilaku
guru dan sekolah dalam menerapkannya. Dikawatirkan guru dan sekolah hanya fokus
pada teori dan menyiapkan siswa untuk ujian semata.
Konsep ujian nasional juga tetap
dijadikan fokus pada kurikulum 2013 ini. Selain pada SMK pelaksanaan ujian
nasional pada siswa SMA kelas XI juga diwacanakan pada kurikulum ini. Jika
konsep UN tidak dirubah atau hanya berubah nama, namun bentuk dan system
dasarnya sama, maka sangat dikawatirkan kurikulum 2013 ini akan mandul dalam
pelaksanaan. Kemandulan dan kegagalan ini terjadi akibat sekolah ataupun guru
juga siswa hanya berfokus pada persiapan ujian teori pada ujian nasional saja.
Akan lebih bijak jika ujian akihir
diwujudkan pada ujian karya, riset atau sejenisnya yang dipublikasikan secara
luas. Artinya pemerintah menyiapkan sebuah wadah sebagai tempat publikasi bagi
karya yang dibuat oleh siswa. Karya mereka dimuat mulai dari tingkat nasional
sampai dengan tingkatan lokal daerah. Karya dan atau riset ini dijadikan
sebagai sebuah projek akhir untuk penilaian dan syarat kelulusan siswa.
Semua siswa yang telah melakukan
publikasi karyanya baru dapat dinyatakan lulus. Artinya setiap orang dapat
melacak karya yang dibuat setiap siswa di seluruh Indonesia lewat sebuah media
yang memang disiapkan dan difasilitasi oleh pemerintah. Karya meeka
dikelompkkan dalam beberapa tingkatan. Tingkat 1 digunakan untuk menampung
karya 500 siswa terbaik secara nasional. Pada tingkat 2 digunakan untuk mewadai
karya siswa yang dinyatakan terbaik 500-1000 secara nasional. Kemudian baru dipilah
terbaik provinsi sampai dengan kabupaten. Bagi siswa yang tidak termasuk dalam
terbaik baik nasional, provinsi maupun kabupaten diwadahi dalam jurnal
publikasi sekolah.
Penilaian dengan model tugas karya
ini akan lebih terbuka dan mampu memacu kreativitas anak. Artinya siswa dapat
dinyatakan lulus jika telah mampu menyelesaikan tugas proyek atau tugas
karya. Mirip seperti tugas akhir pada perguruan tinggi.
*) Eko Prasetyo, S.Pd adalah
guru SMK Negeri Tempursari Kabupaten Lumajang, Sekretaris PDK kosgoro
Banyuwangi, Dosen Universitas Bakti Indonesia-Banyuwangi
kebijakan kependudukan di indonesia
A. Pengertian
Kebijakan Kependudukan
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk
mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk.
sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan
penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan
dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk. Secara
umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:
1.Melindungi
kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama
generasi yang akan datang.
2. Memberikan kemungkinan bagi
tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan
apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3. Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup
penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian
kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan
kualitas hidup penduduk yang bersangkutan atau generasi yang akan datang.
Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan
yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan
yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada
tanggal 3 oktober 1946.
B. Menyoal Kebijakan Kependudukan di
Indonesia
AKTIVIS
Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul
Reproductive Rights Between Control
and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia,
yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute,
London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat
untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di
Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan
keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan
kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi
bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di
antaranya ditujukan untuk perempuan.
Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai
"salah satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang
berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga
per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per
1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5
persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991.
Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia.
Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu
tidak disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan
dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas
bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
DI bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (NKKBS), program pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat
kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun
1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar
ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah
penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna
mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth"
di bidang kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan
pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan
pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo,
Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan
kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga
internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis
kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara
memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya.
Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan
sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian
besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen
keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai
"angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah
maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan
pemaksaan dan ancaman aparat. Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal
tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa.
Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun,
memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah
penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel
Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan
seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk
mendapatkan utang. Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan
persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada
hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai
landasan. Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk
bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada
pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi
harus dimulai dari persoalan ini.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk
karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa,
Madura,dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa,
Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan
nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping
migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari
daerah pedesaan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut
hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah
kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah
berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir
sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung
oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota
tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung
kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan
kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara
pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial
ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk
secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di
bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk
meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan
kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah
jangka panjang maupun jangka pendek.
Di Indonesia tujuan jangka panjang
diusahakan dapat dijangkau dengan:
1.
Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya.
2.
Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah
satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan
pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan
kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume
transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang
mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan
tersebut adalah:
1. Meningkatkan program keluarga
berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program
pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan
umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
2. Meningkatkan dan menyebarluaskan
program pendidikan kependudukan.
3. Merangsang terciptanya keluarga
kecil, bahagia dan sejahtera.
4. Meningkatkan program transmigrasi
secara teratur dan nyata.
5. Mengatur perpindahan penduduk dari
desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara
menyeluruh.
6. Mengatasi masalah tenaga kerja.
7. Meningkatkan pembinaan dan
pengamanan lingkungan hidup.
Hambatan-hambatan yang ada dalam
usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk
Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan
adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang
menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan
budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap
dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan
menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program
pemberian motivasi lainnya.
Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan
hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari
segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang
masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond
family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha
peningkatan produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan,
sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha
yang berhubungan dengan:
1.
Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan.
2.
Perluasan kesempatan kerja.
3.
Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
4.
Penurunan kematian bayi dan anak-anak.
5.
Perbaikan kesempatan urbanisasi.
6.
Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.
C. SITUASI KEPENDUDUKAN DAN
KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
Saat
ini jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebanyak 237,6 juta jiwa. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan
sensus sejak tahun 1961 sampai dengan 2000 terus meningkat walaupun jumlah peningkatannya menurun dari 23,72 pada periode
tahun 1971-1980 menjadi 21,62% pada periode tahun 1980-1990. Adapun pada
periode tahun 2000-2010 meningkat menjadi 15,17%. Dilihat dari distibusi
penduduk, persebaran penduduk di Indonesia tidak merata karena 57,5 persen penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sedangkan, kualitas sumber
daya manusia masih rendah. Hal ini terlihat dari penduduk Indonesia usia 5
tahun didominasi oleh penduduk yang tamat SD/MI/sederajat sebesar 30,55 persen.
Hasil
Sensus Penduduk 2010 juga menunjukkan bahwa sebanyak 66.1 persen penduduk
Indonesia yang berasal dari kelompok umur kerja (penduduk umur 15-64 tahun).
Sedangkan, penduduk Indonesia berasal berasal dari kelompok umur muda (penduduk
umur 0-14 tahun) hanya sebanyak 28.9% dan kelompok umur tua (penduduk umur 65
tahun atau lebih) sebanyak 5%. Kondisi seperti ini, dimana jumlah penduduk kelompok umur kerja hampir dua kali lipat
penduduk kelompok umur muda (bonus demografi), akan membuka the window of
opportunity yang dapat dimanfaatkan
oleh pemerintah untuk mensejahterakan penduduknya (Adioetomo : 2005). Namun,
perlu diingat bahwa the window opportunity tersebut hanya akan terjadi apabila
asumsi penurunan tingkat fertilitas sebesar 1,86 per wanita dan mortalitas bayi
sebesar 18,9 per 1.000 kelahiran pada tahun 2030 dapat tercapai (Adioetomo :
2005). Untuk itu, kebijakan kependudukan dalam hal ini upaya pengendalian
pertumbuhan penduduk menjadi sangat penting.
Upaya
pengendalian pertumbuhan penduduk dapat ditempuh utamanya melalui pengaturan
fertilitas, mortalitas, dan pengarahan mobilitas penduduk (UU No. 52 Tahun
2009). Pengaturan fertilitas dilakukan melalui Program Keluarga Berencana (KB).
KB dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil
keputusan tentang usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan, jumlah
ideal anak, jarak ideal kelahiran anak, dan penyuluhan kesehatan reproduksi.
Pengaturan mortalitas diprioritaskan pada penurunan angka kematian ibu hamil,
penurunan angka kematian ibu melahirkan, penurunan angka kematian pasca melahirkan,
serta penurunan angka kematian bayi dan anak. Sedangkan, pengarahan mobilitas
penduduk bertujuan untuk mecapai persebaran penduduk yang optimal, didasarkan
pada keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan
lingkungan. Akan tetapi, upaya pengedalian pertumbuhan penduduk mengalami
stagnansi pada periode tahun 2000-2010 (BPK : 2012). Hal ini disebabkan karena
sehubungan dengan penerapan otonomi daerah, pemerintah pusat belum menetapkan
kebijakan kelembagaan yang jelas dan tegas terkait penyerahan program, terutama
KB ke pemerintah daerah. Jika hal ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan
Indonesia tidak dapat memanfaatkan kesempatan the window of opportunity yang
hanya terjadi sekali saja untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Sistem Sosialis Perekonomian Rakyat
Ciri-ciri Pokok Dasar Produksi Materil dalam SosialismeDasar produksi materil dalam sosialisme ialah produksi besar secara maksimal dalam segala cabang perekonomian yang berdasarkan teknik yang semaju-majunya dan kerja yang bebas dari pemerasan dan penghisapan. Dibandingkan dengan kapitalisme, produksi dalam sosialisme menggunakan teknik yang lebih tinggi, yang satu berhubungan dengan yang lain dalam suatu kesatuan dalam seluruh Negara dan dibentuk atas dasar milik masyarakat atas alat-alat produksi serta perkembangannya diatur menurut rencana tertentu dalam keseluruhannya untuk kepentingan seluruh masyarakat, hingga tidak terbentur kepada rintangan-rintangan yang terdapat dalam kapitalisme yang berdasarkan milik pribadi atas alat-alat produksi.
Produksi sosialis adalah suatu pemusatan
produksi yang terbesar dengan menggunakan mekanisme yang tertinggi dalam dunia.
Dalam masyarakat kapitalis mesin-mesin digunakan sebagai alat penghisapan dan
pemerasan terhadap Rakyat pekerja dan hanya dimasukan ke dalam produksi, jika
memperbesar keuntungan kaum kapitalis dan mengurangi upah kaum pekerja.
Penggunaan mesin dalam masyarakat sosialis ditujukan untuk menghemat kerja dan
untuk meringankan pekerjaan dalam segala bidang perekonomian dan untuk
mempertinggi kesejahteraan Rakyat. Karenanya dalam masyarakat sosialis tidak
ada pengangguran, mesin tidak dapat menjadi saingan kaum pekerja, bahkan
memberi jasa sebesar-besarnya kepada kaum pekerja. Dibandingkan dengan dalam
kapitalisme penggunaan mesin dalam sosialisme mendapatkan lapangan yang luas
sekali.
Likuidasi milik pribadi atas alat-alat
produksi mengandung akibat, bahwa semua hasil ilmu pengetahuan dan teknik dalam
sosialisme menjadi milik bersama seluruh masyarakat. Dalam perekonomian
sosialis tidak mungkin ada terjadi menghentikan kemajuan teknik dengan sengaja,
tetapi dalam sosialisme cara ini digunakan sebagai suatu metode oleh kaum
kapitalis monopoli untuk kepentingan sendiri guna mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Produksi sosialis yang berkewajiban mencukupi keperluan masyarakat
seluruhnya, menghendaki suatu perkembangan dan penyempurnaan bidang teknik
dengan tak putus-putus: caranya ialah senatiasa mengganti alat-alat teknik yang
lama dengan yang baru dan mengganti yang baru dengan yang terbaru. Dengan
demikian timbullah suatu keharusan adanya penanaman-penanaman modal yang besar
sekali dalam perekonomian Rakyat. Dengan adanya pemusatan alat-alat produksi
dan akumulasi perekonomian yang terpenting didalam tangannya, Negara sosialis
dapat membuat penanaman modal dalam segala cabang produksi. Berbeda dengan
dalam kapitalisme, kemajuan teknik dalam sosialisme tidak terhambat oleh beban
teknik yang lama. Dengan demikian sosialisme dapat menjamin bahwa teknik mesin
modern dalam segala cabang produksi dilaksanakan dengan konsekuen, juga dalam
bidang pertanian. Sebaliknya dalam masyarakat kapitalis, terutama dalam
masyarakat negeri-negeri yang menjadi jajahan kapitalisme bidang pertanian dan
beberapa cabang perekonomian masih berdasarkan atas pekerjaan perorangan.
Dalam sosialisme kedudukan kaum pekerja
berubah sama sekali sampai kepada dasarnya. Kaum pekerja bukan lagi buruh yang
terhisap dan terperas, yang hanya menerima upah sekedar agar tidak mati
kelaparan. Seluruh rakyat pekerja dibebaskan dari penghisapan dan pemerasan;
kaum pekerja perindustrian, kaum tani kolektif dan kaum cendekiawan pembela
rakyat adalah unsur-unsur pokok yang menjadi dasar kehidupan masyarakat
sosialis. Seluruh kaum pekerja bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk
masyarakat, tidak untuk kepentingan kaum penghisap dan kaum pemeras; itulah
sebabnya, maka kaum pekerja berkepentingan sekali akan penyempurnaan produksi
atas dasar penggunaan yang sebaik-baiknya alat-alat teknik yang ada.
Bersamaan dengan itu tingkat kualifikasi
teknik kaum pekerja menjadi naik, yang menambah kegiatan ciptanya dalam
kemajuan produksi dan penemuan baru alat-alat dan perkakas kerja. Kaum pekerja,
kaum tani kolektif dan kaum cendekiawan pembela rakyat tidak sedikit memberikan
bantuannya dalam kemajuan teknik, dalam menemukan norma-norma baru dalam bidang
teknik. Dengan demikian pula dalam sosialisme dapat terjamin suatu perkembangan
yang cepat dan tak putus-putus dari pada tenaga produktif.
Perindustrian Sosialisme
Perindustrian sosialis menunjuk suatu
perindustrian yang dipusatkan dan yang menggunakan teknik yang semaju-majunya
yang dipersatukan atas dasar milik masyarakat atas alat-alat produksi dalam
rangka seluruh negeri. Perindustrian sosialis memimpin seluruh perekonomian
rakyat; segala cabang perekonomian rakyat diperlengkapinya dengan mesin-mesin
modern. Semua ini dapat di capai dengan perkembangan produksi dengan alat-alat
produksi yang cepat dan tingkat pemajuan pembuatan mesin yang tinggi.
Perindustrian berat adalah dasar pokok sosialis.
Mengingat, bahwa jumlah perekonomian hidup
rakyat akan bertambah, maka peranan perindustrian sungguh penting sekali.
Cabang-cabang perindustrian ringan dan perindustrian makanan yang paling
diperlengkapi dengan alat-alat terbaru dari tahun pertahun mempertinggi
produksi barang keperluan hidup Rakyat. Pemusat produksi menghasilkan dengan
teratur menurut rancana dan berjalan dengan baik untuk kepentingan seluruh
masyarakat. Sebaliknya dalam kapitalisme pemusatan berjalan dengan spontan
dengan sendirinya, tidak teratur dan rencana, anarkistis, dan biasanya langsung
diikuti dengan kehancuran dan keruntuhan perusahaan-perusahaan kecil dan
menengah yang menjadi mangsa daripada kekuasaan kapitalis monopoli.
Suatu perkembangan lanjut dalam perekonomian
sosialis ialah adanya kombinasi dalam produksi. Kombinasi ini memungkinkan
penggunaan bahan-bahan mentah dan bahan-bahan bakar dengan lebih baik dan lebih
effesien, mengurangi biaya-biaya tansport dan mempercepat proses produksi.
Pemusatan produksi yang telah maju membawa pula timbulnya spesialisasi dalam
perindustrian. Spesialisasi dalam perindustrian berarti orientasi perusahaan
atas pembuatan suatu hasil tertentu, bagian-bagiannya dan bagian-bagian
daripada bagian atau atas pelaksanaan masing-masing cara penyelesaiannya pada
pembuatan hasil itu. Spesialisasi menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan
dengan teratur kebaikan-kebaikan dan keuntungan-keuntungan yang ada pada
pembagian kerja antara perusahaan-perusahaan. Dengan spesialisasi ini akan
timbul kemungkinan dipergunakannya perlengkapan-perlengkapan dan mesin-mesin
dengan sebaik-baiknya hingga memberikan hasil
sebesar-besarnya serta dilakukannya dengan luas standarisasi dan berjalan untuk produksi secara besar-besaran, hingga dengan demikian dapatlah terjamin suatu kenaikan produktifitas kerja yang setinggi-tingginya.
sebesar-besarnya serta dilakukannya dengan luas standarisasi dan berjalan untuk produksi secara besar-besaran, hingga dengan demikian dapatlah terjamin suatu kenaikan produktifitas kerja yang setinggi-tingginya.
Dengan adanya kemajuan dan pembuatan
perlengkapan-perlengkapan dan mesin-mesin baru dalam teknik perindustrian, akan
bertambah pula perusahaan-perusahaan perindustrian, yang menyebabkan kenaikan
jumlah serta kenaikan kecakapan teknik kaum pekerja. Sebaliknya dalam
kapitalisme, peggunaan dan kemajuan mesin-mesin pada umumnya mengakibatkan
pengangguran dan menurunnya kualifikasi sebagian
besar kaum pekerja.
besar kaum pekerja.
Untuk menghubungkan semua cabang dan daerah
perekonomian didalam negeri yang merupakan suatu kesatuan perekonomian,
alat-alat perhubungan penting sekali kedudukannya dalam produksi dan distribusi
barang-barang materil. Dalam perekonomian sosialis yang berdasarkan atas suatu
perencanaan, alat-alat perhubungan mendapatkan arti yang besar sekali, karena
jalannya perekonomian amat cepat dan hubungan antara cabang-cabang perekonomian
sangat luas pula. Pemusatan segala alat-alat perhubungan (darat, sungai, laut
dan udara) dalam tangan masyarakat meniadakan persaingan antara macam-macam
bentuk-bentuk perusahaan-perusahaan perhubungan dan memungkinkan diadakannya
koordinasi dalam segala pekerjaan. Sistem perhubungan dalam sosialisme yang
merupakan suatu kesatuan didasarkan atas hasil-hasil terbaru dalam teknik
transport, penggunaan seluas-luasnya alat-alat perhubungan yang berkualitas
tinggi dan bentuknya terbaru, mekanisasi kerja menaikan dan membongkar barang,
penyempurnaan perekonomian jarak jauh dan sebagainya.
Pertanian Sosialis
Dalam kapitalisme perekonomian kaum tani
terpecah belah dalam perusahaan-perusahaan pertanian kecil, sedangkan sebagian
besar tanah berada dalam kekuasaan kaum kapitalis yang menjadikannya
perusahaan-perusahaan perkebunan besar. Dalam sosialisme perkebunan-perkebunan
besar harus menjadi milik Negara yang hasilnya diperuntukan bagi kepentingan
seluruh masyarakat. Adalah suatu kesalahan besar jika dalam sosialisme juga
pertanian Rakyat yang terpecah belah itu dirampas pula oleh Negara. Bahkan
Negara harus mengatur tanah milik Rakyat dan membatasinya dalam maksimum dan
minimumnya. Dalam minimum hingga tidak ada Rakyat tani lagi yang hidup dalam
kekurangan, tetapi dapat menempuh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan; dalam
maksimum hingga tidak orang lagi yang hidup dalam kemewahan yang
berlimpah-limpah dari pada hasil tanah dengan sama sekali tidak mengeluarkan
tenaga sedikitpun, sedangkan yang nyata-nyata membanting tulang dipaksa hidup
dalam kesengsaraan.
Perusahaan kolektif pertanian Rakyat dan
perusahaan pertanian Negara yang berbentuk perkebunan-perkebunan Negara adalah
dasar perekonomian pertanian sosialis. Bentuk-bentuk ini memudahkan adanya
pemusatan-pemusatan dan mekanisasi dalam seluruh perusahaan pertanian. Demikian
pula hubungan antara pertanian dan perindustrian dapat diatur dengan
sebaik-baiknya. Dalam perkebunan-perkebunan besar dapat dipergunakan alat-alat
teknik baru sebagai umpama dalam perusahaan-perusahan gula, teh ,kopi, karet,
tembakau, penanaman kapas dengan pemintalan dan pertenunannya dan sebagainya.
Traktor-traktor dan mesin-mesin serta perkakas pertanian lainnya akan
mempermudah dan mempecepat jalannya pekerjaan dalam pertanian.
Dengan adanya perombakan bidang pertanian
secara sosialis, cara-cara tradisional dalam pertanian yang tidak sesuai lagi
dengan jamannya dapat dilenyapkan dan diganti dengan sistem pertanian yang
baru. Garis-garis pokok yang baru ini, ialah:
1. pemakaian seluas-luasnya alat-alat teknik
yang terbaru serta hasil-hasil ilmu pengetahuan pertanian yang termaju;
2. penggunaan cara penanaman yang
sebaik-baiknya dengan mengutamakan penanaman bahan-bahan makanan, sayur-mayur,
dan tanaman perkebunan yang seluas-luasnya;
3. pemakaian pupuk buatan dan pupuk organik.
4. pembukaan tanah-tanah yang masih kosong,
pengeringan rawa-rawa dan sebagainya.
Suatu pimpinan yang baik dari pada perusahaan
sosialis akan meniadakan universalisme perekonomian petani kecil yang hanya
beberapa bidang menghasilkan untuk keperluan sendiri; demikian pula tidak
memungkinkan adanya pertumbuhan sepihak perusahaan-perusahaan kapitalis, yang
pada umumnya menjalankan spesialisasi dalam suatu penanaman bahan
tertentu(monokultur). Spesialisasi dalam perusahaan-perusahan pertanian
sosialis menunjukan bahwa sesuai dengan syarat-syarat alam dan syarat
keekonomian suatu daerah dengan teratur berencana didirikan dan diperkembangkan
suatu cabang pokok perekonomian pertanian dan disampingnya cabang-cabang
pelengkapnya. Dengan demikian spesialisasi tidak menutup perkembangan suatu
perusahaan yang banyak cabang-cabangnya asalkan cabang-cabang pokok dan
cabang-cabang pelengkapnya dikoordinasi dengan baik, bahkan memajukannya. Suatu
keuntungan besar dalam perekonomian sosialis ialah bahwa perusahaan-perusahaan
yang komplek dan bercabang-cabang mempunyai kemungkinan besar sekali untuk berkembang
dengan baik dan mengatur tenaga kerja dengan produktif.
Penggabungan perusahaan-perusahaan pertanian
dengan melengkapinya dengan alat-alat teknik yang baru memerlukan pendidikan
tenaga-tenaga ahli yang menguasai teknik dan ilmu pengetahuan pertanian yang
baru dan maju. Dengan demikian hasil tanah tiap hektarnya akan bertambah,
produktifitas peternakan akan naik serta perkembangan seluruh produksi
pertanian akan semakin luas.
Jalannya Kemajuan Teknik dalam Sosialisme
Garis-garis besar kemajuan teknik dalam
sosialisme, ialah:
A. Mekanisasi dan Otomatisasi Produksi. Mekanisme
berarti penggantian tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Adalah suatu
keharusan keekonomian dalam sosialisme untuk menjalankan mekanisasi dengan
konsekuen dalam proses produksi. Kenaikan produksi yang cepat dan tepat hanya
dapat dijamin dengan penyempurnaan teknik yang teratur dan mekanisasi proses
kerja dalam segala lapangan perekonomian. Mekanisasi proses kerja adalah tenaga
yang menentukan dan tanpa adanya mekanisasi tidak mungkin dapat dijamin tempo
produksi yang tinggi yang seluasnya produksi dengan cepat. Dalam sosialisme
mekanisasi penuh terus-menerus mendapat kemajuan yang luas. Mekanisasi penuh
ialah mekanisasi semua tingkat proses produksi yang berhubungan satu dengan yang
lain, tingkat pokok maupun tingkat cabang; dasarnya ialah suatu permesinan yang
lengkap dan tertutup dan meliputi seluruh produksi. Dalam sistem mekanisasi
penuh satu mesin melengkapi yang lain, hingga kekurangan-kekurangan dalam
mekanisasi biasa yang dapat dikesampingkan.
Tingkat tertinggi mekanisasi adalah
otomatisasi, artinya penggunaan mesin-mesin otomatis dengan pengemudian
sendiri. Rapat sekali hubungannya dengan otomatisasi ialah telemekanik, ialah
pengemudian dan pengawasan kerja dengan mesin-mesin dan alat-alat dari tempat
yang jauh. Sistem mesin dalam keseluruhannya yang meliputi seluruh proses
produksi dengan pengemudian sendiri disebut sistem mesin otomatik Pada semua
sistem mesin otomatik semua produksi yang diperlukan untuk mengerjakan bahan
mentah hingga menjadi barang jadi dilakukan tanpa bantuan kerja manusia; yang
diperlukan cukup hanya pengawasan seorang tenaga kerja saja. Mekanisasi
produksi dalam tingkatnya yang tinggi, dalam sosialisme adalah dasar untuk
kenaikan cepat produktifitas kerja, dasar untuk mendekatkan kerja jasmaniah
dengan kerja rohaniah.
B. Elektrifikasi Perekonomian Rakyat. Perombakan semua cabang perekonomian sampai kepada produksi
besar dengan menggunakan mesin dan menjalankan mekanisasi dalam proses produksi
yang konsekwen, rapat sekali hubungannya dengan elektrifikasi(penggunaan tenaga
listrik). Tenaga listrik adalah dasar teknik produksi besar modern. Sosialisme
memberi jaminan untuk penggunaan tenaga listrik secara teratur menurut rencana
dalam semua cabang perekonomian Rakyat. Sifat khas dalam sosialisme untuk
elektrifikasi , ialah:
1. pemusatan pembangkitan tenaga dan
kosentrasi kapasitas pada pembangunan-pembangunan tenaga listrik yang besar,
pembangunan cepat kawat-kawat aliran tinggi yang mempersatukan bangunan-bangunan
tenaga yang berdiri sendiri-sendiri menjadi suatu sistem yang besar untuk satu
daerah atau lebih, dengan tujuan untuk mencapai suatu kesatuan sistem
perhubungan aliran bagi seluruh negeri atau daerah bagian negeri yang
seluas-luasnya;
2. pembangunan bangunan-bangunan pembangkit
tenaga listrik yang menggunakan tenaga air, yang diperkembangkan atas dasar
yang luas dan yang penaikan bagian-bagiannya diatur dengan pembangkitan tenaga
seluruhnya, yang merupakan suatu faktor yang penting sekali untuk penaikan
neraca tenaga listrik didalam negeri.
Elektrifikasi perindustrian merubah cara
bekerja pabrik-pabrik dan bangunan-bangunan lainnya. Mesin-mesin penggerak dan
alat transmisinya yang rumit hampir dalam semua bagian perusahaan diganti
dengan satu mesin penggerak listrik. Elektrifikasi mesin-mesin kerja adalah
dasar tenaga yang diperlukan dalam mekanisasi, mekanisasi penuh dan otomatisasi
serta telemekanik dalam produksi. Penggunaan tenaga listrik menimbulkan
cabang-cabang perindustrian baru sebagai elektrometallurgi baja besi dan baja
bukan besi, elektrokimia dan cara-cara baru dalam pengolahan baja.
C. Penggunaan Seluas-luasnya Ilmu Kimia dalam
Produksi. Kemajuan teknik modern juga tampak pada senantiasa adanya
kemajuan dalam ilmu kimia dan penggunaan cara bekerja menurut ilmu kimia. Cara
bekerja menurut ilmu kimia mempercepat proses produksi, menjamin terpakainya
bahan-bahan mentah dengan sebaik-baiknya dan membuka kesempatan untuk menemukan
bahan-bahan dan jenis materiil baru. Produksi modern yang menggunakan ilmu
kimia pada umumnya diotomatisasikan dan berjalan kontinu, dalam aparatur
lengkap dengan pengawasan dan pengemudian otomatis, tanpa ikutnya seseorangpun
dengan langsung. Pemakaian hasil kimia adalah suatu syarat penting untuk
kenaikan hasil tiap hektar dalam bidang pertanian. Produksi bahan makanan
dengan hasil yang besar berhubungan rapat sekali dengan penggunaan hasil-hasil
kimia dalam bidang pertanian.
Pembagian Daerah dalam Produksi Sosialis
Dalam sosialisme diadakan pembagian daerah
produksi dan sistem perhubungan baru dari pada cabang-cabang produksi dan
daerah-daerah produksi didalam negeri. Dalam masyarakat kapitalis akibat dari
pada hasrat untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dan adanya persaingan
antara produsen-produsen kapitalis ialah adanya pembagian daerah produksi yang
tidak merata dan tidak rasionil. Produksi dikonsentrasikan dibeberapa tempat
pusat, sedangkan daerah yang luas, terutama daerah-daerah jajahan, terkutuk
dalam keterbelakangan dalam bidang perindustrian.
Sosialisme membuat pembagian dearah produksi
dengan teratur menurut rencana, dengan tujuan guna mempertinggi produktifitas
kerja, memperkuat kekuasaan Negara dan menaikan kesejahteraan kehidupan seluruh
Rakyat pekerja. Pembagian daerah produksi dalam sosialisme berdasar atas
asas-asas sebagai berikut:
1. Sedapat mungkin mendekatkan produksi
dengan sumber-sumber bahan-bahan mentah dan dengan daerah-daerah pemakai hasil-hasil
perindustrian dan pertanian. Suatu pembagian daerah atas dasar ini memberi
kemungkinan, digunakannya lebih baik sumber-sumber alam dan dihindarinya
cara-cara pengangkutan yang tidak rasional; dengan itu dapat dihemat banyak
tenaga kerja dan dapat dipercepat jalannya produksi.
2. Menghilangkan ketidaksamaan keekonomian
diantara suku-suku bangsa, menaikan dengan cepat perekonomian daerah yang masih
terbelakang; asas ini adalah dasar materil untuk memperkuat persatuan bangsa.
3. Pembagian kerja teritorial (menurut
wilayah) dengan teratur menurut rencana antara daerah-daerah perekonomian pada
perkembangan perekonomian yang komplek (yang meliputi banyak bidang) sesuatu
wilayah dengan memperhatikan syarat-syarat alam dan keadaan-keadaan khusus
untuk mencapai keadaan keekonomian, guna menghasilkan barang-barang
perindustrian dan pertanian tertentu. Perkembangan daerah pertanian yang
komplek, dengan memperhatikan keperluan-keperluannya akan bahan-bahan bakar,
bahan-bahan bangunan, produksi secara besar-besaran perindustrian ringan dan
bahan-bahan makanan, banyak sekali mengurangi pengangkutan jarak jauh yang
tidak rasional dan membantu mobilisasi sumber-sumber bahan mentah yang terdapat
dalam daerah itu.
4. Pembagian daerah perindustrian dengan
teratur menurut rencana yang meliputi seluruh negeri, sehingga terdiri
kota-kota dan pusat-pusat perindustrian yang baru di daerah-daerah pertanian
yang dahulunya terbelakang; ini berarti mendekatkan perindustrian kepada
pertanian, sehingga akan lenyaplah perbedaan-perbedaan hakiki antara kota dan
desa.
5. Memperkuat kemampuan pembelaan negeri;
pengepungan kaum kapitalis imperialis yang mengandung permusuhan mengharuskan
memajukan dengan cepat sekali cabang-cabang perindustrian sebanyak mungkin.
Pada umamnya pembagian daerah produksi dalam
sosialisme berdasarkan pembagian menurut wilayah (rayon). Yang disebut
pembagian menurut wilayah adalah pembagian teratur berencana daerah-daerah
negeri dalam wilayah-wilayah besar yang berdiri sendiri, dan sesuai dengan
keadaan alam dan syarat-syarat keekonomian khusus dalam wilayah itu.
Langganan:
Postingan (Atom)