Kamis, 12 Desember 2013

acara perpisahan

Ini adalah aku pada saat menghadiri acara perpisahan di sekolah,dimana hari itu adalah hari terakhir ku di sekolah yang sangat aku cintai,sebab aku akan pergi meninggalkannya demi mengejar mimpi-mimpi ku yang belum selesai...!!!!
  

Rabu, 29 Mei 2013

Mencermati Rancangan Kurikulum 2013



MENCERMATI KURIKULUM RANCANGAN 2013
Eko Prasetyo *)
Sejak 29 November sampai dengan 23 Desember 2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan uji publik terhadap rancangan kurikulum baru yang akan mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2012-2013 mendatang. Kurikulum yang oleh Kemendikbud diberi nama kurikulum 2013 tersebut konon katanya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2006 (KTSP) dan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004).
Secara konsep, terdapat perubahan mendasar yang disajikan pada kurikulum 2013 jika dibandingkan dengan KTSP yang kini sedang diterapkan. Kurikulum 2013 menerapkan konsep tematik dan integratif. Konsep baru ini sangat nampak pada kurikulum yang diterapkan di SD. Namun, konsep integratif dan tematik tidak dapat kita temukan dengan jelas pada satuan pendidikan tingkat SMP dan SMA/SMK. Berdasarkan dokumen uji public kurikulum 2013 yang dipublikasikan Kemendikbud dalam situs resminya (kurikulum2013.kemendikbud.go.id), kita sulit untuk mencermati secara nyata aplikasi dari konsep integratif dan tematik yang disampaikan sebagai sebuah pembeda pada tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA/SMK.
Rancangan kurikulum 2013 yang dipublikasikan Kemendikbud menampilkan perubahan pada jumlah pelajaran dan pembagian kelompok pelajaran yang akan ditempuh oleh para peserta didik. Pelajaran terbagi menjadi kelompok pelajaran wajib (kelompok pelajaran A dan B), dan kelompok pelajaran pilihan (pelajaran C). kelompok pelajaran A pada tingkat SD terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Matematika, Bahasa Indonesia. Kelompok pelajaran A pada tingkatan SMP dan SMA sama dengan kelompok pelajaran pada SD, namun ditambahkan dengan IPA, IPS dan Bahasa Inggris pada tingkat SMP. Sedangkan pada SMA ditambah dengan Sejarah Indonesia, Bahasa inggris. Kelompok pelajaran B terdiri dari pendidikan seni budaya dan prakarya, serta pendidikan jasmani dan kesehatan. Kelompok pelajaran A dan B inilah yang nantinya menjadi pelajaran wajib bagi siswa.
Pada kurikulum SD konsep tematik dan integrative nampaknya tidak begitu sulit untuk diterapkan, mengingat pendidikan pada tingkat SD masih menggunakan konsep guru kelas. Artinya guru kelas dapat mengetahui dengan lebih rinci bagaimana cara dan implementasi tematik yang harus dilakukannya. Pada rancangan kurikulum SD, tejadi perubahan sangat mendasar. Dalam draf usulan kurikulum 2013, pelajaran IPA dan IPS terintegrasi dengan pelajaran lainnya. Begitu juga ada tambahan jam pelajaran pada Pendidikan Agama.
Pada kurikulum SMP, berdasarkan dokumen uji publik kurikulum 2013,konsep integrative dan tematik nampaknya belum benar-benar dapat ditemukan dan diaplikasikan. Mengingat tidak banyak hal yang berubah dari segi pelajaran yang disampaikan kepada siswa jika dibandingkan dengan pelajaran pada KTSP maupun KBK.
Perubahan Nampak pada kurikulum SMA. Pada kurikulum SMA, penjurusan dilakukan mulai kelas X. artinya selain menerima pelajaran model kelompk A dan kelompok B, mereka secara otomatis akan melakukan dan memilih kelompok pelajaran C. kelompok pelajaran C ini merupakan kelompok pelajaran konsentrasi yang terdiri dari kelompok pelajaran Sains, kelompok pelajaran sosial dan kelompok pelajaran bahasa. Kelompok pelajaran ini mereka pilih ketika para siswa masuk di kelas X.
Konsep kurikulum dan implementasinya             
Secara konsep semua kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia dan akan diterapkan selanjutnya sangatlah baik. Konsep KBK maupun KTSP yang sekarang masih diterapkan dan akan tergantikan dengan kurikulum 2013 nantinya tidaklah buruk. Secara konsep baik KBK maupun KTSP Nampak begitu sempurna. Namun, belum genap 2 tahun KBK diterapkan telah diganti dengan konsep baru yang kita kenal dengan KTSP (kurikulum 2006). Artinya belum sepenuhnya kurikulum tersebut dapat terimplementasi di sekolah sudah dilakukan perubahan konsep. Begitu juga dengan KTSP yang sekarang dianut dan diterapkan ddi sekolah-sekolah di Indonesia. Walaupun telah 6 tahun KTSP diterapkan, namun sampai dengan detik ini implementasi dari KTSP masih dalam proses adaptasi dan penyesuaian.
Melakukan perubahan mendasar atas sebuah kurikulum lebih mudah dalam tataran konsep dari pada pada tataran implementasi. Artinya perubahan konsep  kurikulum mungkin dapat dilakukan dalam waktu singkat, namun implementasinya buth waktu tidaklah pendek. Kondisi ini Nampak jelas pada pengimplementasian KTSP saat ini. Sampai saat ini masih banyak sekolah yang sedang belajar dan beradaptasi dengan KTSP, utamanya sekolah-sekolah pinggiran dan sekolah kecil dan di daerah pedalaman. Kalaupun telah diterapkan sebagian besar hanyalah dalam aspek dokumen kurikulum semata. Semua dokumen kurikulum yang berada di sekolah maupun di tangan guru telah berubah dan bertuliskan KTSP, namun dalam implementasi pembelajaran di kelas tidak ada yang berubah.
Nampaknya kondisi ini juga sangat mungkin terjadi pada perubahan kurikulum 2013 yang direncanakan aakan segera diterapkan pada awal tahun pelajaran 2013-2014 mendatang. Kekawatiran ini sangatlah beralasan, mengingat walaupun KTSP telah dijalankan dalam kurun waktu 6 tahun terakhir ini, namun  belum semua sekolah dan guru mampu menerapkan KTSP sesuai dengan harapan pemerintah.
Model penyusunan kurikulum
Selama ini, kegagalan penerapan kurikulum sering ditimpakan pada guru sebagai akar permasalahan penyebab kegagalan penerapan kurikulum tersebut. Beberapa pakar pendidikan menyebut bahwa kualitas guru Indonesia yang masih rendah yang membuta mereka kesulitan dalam mengimplementasikan kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah.
Tudingan mengenai ketidaksiapan guru juga mengemuka begitu kuat ketika menyambut rencana pengimplementasian kurikulum 2013 ini. Namun, benarkah akar penyebab kegagalan penerapan kurikulum tersebut adalah karena guru yang tidak siap dan berkualitas? Nampaknya tudingan ini perlu dikoreksi dan diluruskan.
Selama ini kurikulum disusun dan dibuat dengan model top down. Artinya kurikulum dibuat oleh tim yang katanya pakar pendidikan dan ahli dibidang pendidikan. Sebagai akibat penyusunan kurikulum yang bersifat top down, terkadang kurikulum tersebut tidak dapat memahami dan mengakomodasi kondisi dan permasalahan di lapangan. Mungkin factor utama penyebab kegagalan kurikulum tersebut diterapkan oleh guru adalah karena memang kurikulum tersebut tidaklah aplikatif.
Sebagai contoh konten pada pelajaran di SMK pada KTSP begitu banyak. Pada saat yang sama siswa SMK dipaksa untuk mempelajari pelajaran yang begitu banyak. Kemudian ditambah dengan pelajaran vokasional. Sedangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia sangatlah terbatas. Akhirnya guru dipaksa untuk menyelesaikan materi yang harus mereka sampaikan berdasarkan pedoman kurikulum. Sehingga guru hanya mengajar dan kejar target pada materi teori. Pada saat yang bersamaan siswa SMK dituntut untuk mahir dan menguasai pelajaran vokasi. Sedangkan waktu mereka banyak terserap pada pelajaran teori. Belum lagi standar nilai teori yang dijadikan patokan kelulusan siswa. Sehingga mau tidak mau siswa lebih berkonsentrasi pada upaya untuk belajar teori demi lulus ujian nasional daripada belajar keterampilan vokasi.
Hal penting yang harus dicermati dan dikoreksi adalah tentang konten kurikulum itu sendiri. Jangan-jangan yang membuat guru tidak dapat menerapkan kurikulum dan dianggap gagal dalam menerapkan kurikulum adalah kurikulum itu sendiri yang memang tidak dapat diterapkan. Kondisinya akan semakin sulit bagi guru-guru yang berada di daerah terpencil dengan segala keterbatasan dan permasalahan di lingkungan pendidikan tempat mereka berada. Artinya konsep kurikulum yang diterapkan selama ini kadang sulit mengakomodasi kondisi daerah.
Bukan hal yang mustahil nantinya ketika kurikulum 2013 ini sulit diterapkan di lapangan, maka yang dipersalahkan adalah guru. Guru dianggap tidak berkualitas dan gagal dalam menerapkan kurikulum. Kondisinya akan berbeda ndaikata konsep pengembangan kurikulum dikembangkan dengan model buttom up.
Kurikulum disusun oleh para guru dari berbagai daerah yang dikumpulkan dan dibimbing oleh para ahli. Dengan kondisi ini guru lebih tahu dan punya kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya dalam proses pengembangan kurikulum. Dengan demikian mungkin kurikulum akan lebih implementatif dan membumi.
Model pengembangan kurikulum 2013 yang tetap menggunakan pola top down ini dikhawatirkan akan menimbulkan gap yang besar antara teori dan aplikasinya dalam kelas. Oleh karenanya perlu dan penting diperhatikan bagi pemerintah untuk mencermati terjadinya gap antara konsep yang diharapkan dalam kurikulum 2013 dengan aplikasinya di lapangan.
Proses penilaian
Kurikulum 2013 konon katanya menekankan pada penilaian portofolio dan penilaian proses. Penilaian hasil tidak sepenuhnya dilakukan diakhir dan dijadikan sebagai satu-satunya indikator utama. Penting mencermati model penilaian yang akan dikembangkan dalam kurikulum 2013 mendatang. Ini penting, mengingat sebaik apapun konsep pendidikan yang tersaji pada kurikulum 2013, namun proses evaluasi peserta didik dilakukan dengan cara yang salah akan menjadi mubadzir konsep mumpuni tersebut.
Sistem penilaian seperti model Ujian Nasional telah menjadi blunder dan penyebab kegagalan implementasi KTSP. Sebagian sekolah beranggapan bahwa lebih penting menyiapkan anak untuk lulus dalam ujian nasional daripada menyiapkan mereka dengan karakter dan keterampilan hidup yang sesungguhnya. Ini sangat logis, mengingat ukuran keberhasilan siswa dan sekolah hanya dilihat dari hasil ujian nasional. Jika sekolah memiliki nilai yang tinggi, ini bermakna bahwa mereka telah berhasil. Begitu juga sebaliknya. Akhirnya guru dan warga sekolah seolah mengabaikan berbagai konsep dalam KTSP. Yang mereka perhatikan adalah bagaimana menyiapkan anak secara kognitif agar lulus ujian nasional.
Mencermati model dan system evaluasi yang akan diterapkan kurikulum 2013 sangatlah penting. Dalam salah satu drafnya disebutkan bahwa pada bidang SMK disebutkan bahwa ujian nasional akan dilaksanakan pada kelas X1. Ini bermakna bahwa model penentuan kompetensi siswa hanya berdasarkan pada nilai ujian nasional. Jika demikian kondisinya, maka dikawatirkan perubahan konsep kurikulum tidak akan menimbulkan perubahan perilaku guru dan sekolah dalam menerapkannya. Dikawatirkan guru dan sekolah hanya fokus pada teori dan menyiapkan siswa untuk ujian semata.
Konsep ujian nasional juga tetap dijadikan fokus pada kurikulum 2013 ini. Selain pada SMK pelaksanaan ujian nasional pada siswa SMA kelas XI juga diwacanakan pada kurikulum ini. Jika konsep UN tidak dirubah atau hanya berubah nama, namun bentuk dan system dasarnya sama, maka sangat dikawatirkan kurikulum 2013 ini akan mandul dalam pelaksanaan. Kemandulan dan kegagalan ini terjadi akibat sekolah ataupun guru juga siswa hanya berfokus pada persiapan ujian teori pada ujian nasional saja.
Akan lebih bijak jika ujian akihir diwujudkan pada ujian karya, riset atau sejenisnya yang dipublikasikan secara luas. Artinya pemerintah menyiapkan sebuah wadah sebagai tempat publikasi bagi karya yang dibuat oleh siswa. Karya mereka dimuat mulai dari tingkat nasional sampai dengan tingkatan lokal daerah. Karya dan atau riset ini dijadikan sebagai sebuah projek akhir untuk penilaian dan syarat kelulusan siswa.
Semua siswa yang telah melakukan publikasi karyanya baru dapat dinyatakan lulus. Artinya setiap orang dapat melacak karya yang dibuat setiap siswa di seluruh Indonesia lewat sebuah media yang memang disiapkan dan difasilitasi oleh pemerintah. Karya meeka dikelompkkan dalam beberapa tingkatan. Tingkat 1 digunakan untuk menampung karya 500 siswa terbaik secara nasional. Pada tingkat 2 digunakan untuk mewadai karya siswa yang dinyatakan terbaik 500-1000 secara nasional. Kemudian baru dipilah terbaik provinsi sampai dengan kabupaten. Bagi siswa yang tidak termasuk dalam terbaik baik nasional, provinsi maupun kabupaten diwadahi dalam jurnal publikasi sekolah.
Penilaian dengan model tugas karya ini akan lebih terbuka dan mampu memacu kreativitas anak. Artinya siswa dapat dinyatakan lulus jika telah mampu  menyelesaikan tugas proyek atau tugas karya. Mirip seperti tugas akhir pada perguruan tinggi.
*) Eko Prasetyo, S.Pd adalah guru SMK Negeri Tempursari Kabupaten Lumajang, Sekretaris PDK kosgoro Banyuwangi, Dosen Universitas Bakti Indonesia-Banyuwangi

kebijakan kependudukan di indonesia



A.    Pengertian Kebijakan Kependudukan
Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk.  Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:
                  1.Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan datang.
                  2.  Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
                  3. Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan atau generasi yang akan datang.
 Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 oktober 1946.

       B.     Menyoal Kebijakan Kependudukan di Indonesia
AKTIVIS Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk perempuan.
Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
DI bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS), program pengendalian penduduk (baca: KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"-tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi prakondisi bantuan pembangunan.
Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan laki-laki. Angka keberhasilan KB dijadikan salah satu komponen keberhasilan pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat. Penelitian Sita Aripurnami dan Wardah Hafidz awal tahun 1990-an memperlihatkan, hal itu terjadi pada pemasangan IUD di desa-desa. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat. Sosiolog Ariel Heryanto pernah menyatakan, program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan utang.  Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah satunya disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan.  Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan,serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari persoalan ini.
Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di JAMBAL (Jawa, Madura,dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi.
Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.



Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat dijangkau dengan:
       1.      Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya.
       2.      Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah satu-satunya kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan pedesaan.
Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap.
Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
       1.      Meningkatkan program keluarga berencana sehingga dapat melembaga dalam masyarakat. Termasuk semua program pendukung bagi keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan umur menikah pertama, peningkatan status wanita.
       2.      Meningkatkan dan menyebarluaskan program pendidikan kependudukan.
       3.      Merangsang terciptanya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
       4.      Meningkatkan program transmigrasi secara teratur dan nyata.
       5.      Mengatur perpindahan penduduk dari desa ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara menyeluruh.
       6.      Mengatasi masalah tenaga kerja.
       7.      Meningkatkan pembinaan dan pengamanan lingkungan hidup.

Hambatan-hambatan yang ada dalam usaha memecahkan masalah kepadatan penduduk.
Penduduk di hampir semua negara berkembang termasuk Indonesia selama berabad-abad hidupnya telah dipengaruhi oleh nilai, norma dan adat istiadat yang bersifat positif terhadap sikap dan tingkah laku yang menginginkan anak banyak. Struktur kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (agama) telah memantapkan kehidupan pribadi. Untuk dapat merubah sikap dan tingkah laku tersebut menjadi sikap dan tingkah laku untuk menyenangi dan menginginkan anak sedikit diperlukan program pendidikan dan program-program pemberian motivasi lainnya.

            Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha peningkatan produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang berhubungan dengan:
        1.      Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan.
        2.      Perluasan kesempatan kerja.
        3.      Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka.
        4.      Penurunan kematian bayi dan anak-anak.
        5.      Perbaikan kesempatan urbanisasi.
        6.      Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.


       C. SITUASI KEPENDUDUKAN DAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

            Saat ini jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebanyak 237,6 juta  jiwa. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus sejak tahun 1961 sampai dengan 2000 terus meningkat walaupun jumlah peningkatannya menurun dari 23,72 pada periode tahun 1971-1980 menjadi 21,62% pada periode tahun 1980-1990. Adapun pada periode tahun 2000-2010 meningkat menjadi 15,17%. Dilihat dari distibusi penduduk, persebaran penduduk di Indonesia tidak merata karena 57,5 persen penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sedangkan, kualitas sumber daya manusia masih rendah. Hal ini terlihat dari penduduk Indonesia usia 5 tahun didominasi oleh penduduk yang tamat SD/MI/sederajat sebesar 30,55 persen.
            Hasil Sensus Penduduk 2010 juga menunjukkan bahwa sebanyak 66.1 persen penduduk Indonesia yang berasal dari kelompok umur kerja (penduduk umur 15-64 tahun). Sedangkan, penduduk Indonesia berasal berasal dari kelompok umur muda (penduduk umur 0-14 tahun) hanya sebanyak 28.9% dan kelompok umur tua (penduduk umur 65 tahun atau lebih) sebanyak 5%. Kondisi seperti ini, dimana jumlah penduduk  kelompok umur kerja hampir dua kali lipat penduduk kelompok umur muda (bonus demografi), akan membuka the window of opportunity yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mensejahterakan penduduknya (Adioetomo : 2005). Namun, perlu diingat bahwa the window opportunity tersebut hanya akan terjadi apabila asumsi penurunan tingkat fertilitas sebesar 1,86 per wanita dan mortalitas bayi sebesar 18,9 per 1.000 kelahiran pada tahun 2030 dapat tercapai (Adioetomo : 2005). Untuk itu, kebijakan kependudukan dalam hal ini upaya pengendalian pertumbuhan penduduk menjadi sangat penting.
            Upaya pengendalian pertumbuhan penduduk dapat ditempuh utamanya melalui pengaturan fertilitas, mortalitas, dan pengarahan mobilitas penduduk (UU No. 52 Tahun 2009). Pengaturan fertilitas dilakukan melalui Program Keluarga Berencana (KB). KB dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan tentang usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan, jumlah ideal anak, jarak ideal kelahiran anak, dan penyuluhan kesehatan reproduksi. Pengaturan mortalitas diprioritaskan pada penurunan angka kematian ibu hamil, penurunan angka kematian ibu melahirkan, penurunan angka kematian pasca melahirkan, serta penurunan angka kematian bayi dan anak. Sedangkan, pengarahan mobilitas penduduk bertujuan untuk mecapai persebaran penduduk yang optimal, didasarkan pada keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan lingkungan. Akan tetapi, upaya pengedalian pertumbuhan penduduk mengalami stagnansi pada periode tahun 2000-2010 (BPK : 2012). Hal ini disebabkan karena sehubungan dengan penerapan otonomi daerah, pemerintah pusat belum menetapkan kebijakan kelembagaan yang jelas dan tegas terkait penyerahan program, terutama KB ke pemerintah daerah. Jika hal ini tidak segera diatasi, dikhawatirkan Indonesia tidak dapat memanfaatkan kesempatan the window of opportunity yang hanya terjadi sekali saja  untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.







Sistem Sosialis Perekonomian Rakyat

Ciri-ciri Pokok Dasar Produksi Materil dalam SosialismeDasar produksi materil dalam sosialisme ialah produksi besar secara maksimal dalam segala cabang perekonomian yang berdasarkan teknik yang semaju-majunya dan kerja yang bebas dari pemerasan dan penghisapan. Dibandingkan dengan kapitalisme, produksi dalam sosialisme menggunakan teknik yang lebih tinggi, yang satu berhubungan dengan yang lain dalam suatu kesatuan dalam seluruh Negara dan dibentuk atas dasar milik masyarakat atas alat-alat produksi serta perkembangannya diatur menurut rencana tertentu dalam keseluruhannya untuk kepentingan seluruh masyarakat, hingga tidak terbentur kepada rintangan-rintangan yang terdapat dalam kapitalisme yang berdasarkan milik pribadi atas alat-alat produksi.
Produksi sosialis adalah suatu pemusatan produksi yang terbesar dengan menggunakan mekanisme yang tertinggi dalam dunia. Dalam masyarakat kapitalis mesin-mesin digunakan sebagai alat penghisapan dan pemerasan terhadap Rakyat pekerja dan hanya dimasukan ke dalam produksi, jika memperbesar keuntungan kaum kapitalis dan mengurangi upah kaum pekerja. Penggunaan mesin dalam masyarakat sosialis ditujukan untuk menghemat kerja dan untuk meringankan pekerjaan dalam segala bidang perekonomian dan untuk mempertinggi kesejahteraan Rakyat. Karenanya dalam masyarakat sosialis tidak ada pengangguran, mesin tidak dapat menjadi saingan kaum pekerja, bahkan memberi jasa sebesar-besarnya kepada kaum pekerja. Dibandingkan dengan dalam kapitalisme penggunaan mesin dalam sosialisme mendapatkan lapangan yang luas sekali.
Likuidasi milik pribadi atas alat-alat produksi mengandung akibat, bahwa semua hasil ilmu pengetahuan dan teknik dalam sosialisme menjadi milik bersama seluruh masyarakat. Dalam perekonomian sosialis tidak mungkin ada terjadi menghentikan kemajuan teknik dengan sengaja, tetapi dalam sosialisme cara ini digunakan sebagai suatu metode oleh kaum kapitalis monopoli untuk kepentingan sendiri guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Produksi sosialis yang berkewajiban mencukupi keperluan masyarakat seluruhnya, menghendaki suatu perkembangan dan penyempurnaan bidang teknik dengan tak putus-putus: caranya ialah senatiasa mengganti alat-alat teknik yang lama dengan yang baru dan mengganti yang baru dengan yang terbaru. Dengan demikian timbullah suatu keharusan adanya penanaman-penanaman modal yang besar sekali dalam perekonomian Rakyat. Dengan adanya pemusatan alat-alat produksi dan akumulasi perekonomian yang terpenting didalam tangannya, Negara sosialis dapat membuat penanaman modal dalam segala cabang produksi. Berbeda dengan dalam kapitalisme, kemajuan teknik dalam sosialisme tidak terhambat oleh beban teknik yang lama. Dengan demikian sosialisme dapat menjamin bahwa teknik mesin modern dalam segala cabang produksi dilaksanakan dengan konsekuen, juga dalam bidang pertanian. Sebaliknya dalam masyarakat kapitalis, terutama dalam masyarakat negeri-negeri yang menjadi jajahan kapitalisme bidang pertanian dan beberapa cabang perekonomian masih berdasarkan atas pekerjaan perorangan.
Dalam sosialisme kedudukan kaum pekerja berubah sama sekali sampai kepada dasarnya. Kaum pekerja bukan lagi buruh yang terhisap dan terperas, yang hanya menerima upah sekedar agar tidak mati kelaparan. Seluruh rakyat pekerja dibebaskan dari penghisapan dan pemerasan; kaum pekerja perindustrian, kaum tani kolektif dan kaum cendekiawan pembela rakyat adalah unsur-unsur pokok yang menjadi dasar kehidupan masyarakat sosialis. Seluruh kaum pekerja bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat, tidak untuk kepentingan kaum penghisap dan kaum pemeras; itulah sebabnya, maka kaum pekerja berkepentingan sekali akan penyempurnaan produksi atas dasar penggunaan yang sebaik-baiknya alat-alat teknik yang ada.
Bersamaan dengan itu tingkat kualifikasi teknik kaum pekerja menjadi naik, yang menambah kegiatan ciptanya dalam kemajuan produksi dan penemuan baru alat-alat dan perkakas kerja. Kaum pekerja, kaum tani kolektif dan kaum cendekiawan pembela rakyat tidak sedikit memberikan bantuannya dalam kemajuan teknik, dalam menemukan norma-norma baru dalam bidang teknik. Dengan demikian pula dalam sosialisme dapat terjamin suatu perkembangan yang cepat dan tak putus-putus dari pada tenaga produktif.
Perindustrian Sosialisme
Perindustrian sosialis menunjuk suatu perindustrian yang dipusatkan dan yang menggunakan teknik yang semaju-majunya yang dipersatukan atas dasar milik masyarakat atas alat-alat produksi dalam rangka seluruh negeri. Perindustrian sosialis memimpin seluruh perekonomian rakyat; segala cabang perekonomian rakyat diperlengkapinya dengan mesin-mesin modern. Semua ini dapat di capai dengan perkembangan produksi dengan alat-alat produksi yang cepat dan tingkat pemajuan pembuatan mesin yang tinggi. Perindustrian berat adalah dasar pokok sosialis.
Mengingat, bahwa jumlah perekonomian hidup rakyat akan bertambah, maka peranan perindustrian sungguh penting sekali. Cabang-cabang perindustrian ringan dan perindustrian makanan yang paling diperlengkapi dengan alat-alat terbaru dari tahun pertahun mempertinggi produksi barang keperluan hidup Rakyat. Pemusat produksi menghasilkan dengan teratur menurut rancana dan berjalan dengan baik untuk kepentingan seluruh masyarakat. Sebaliknya dalam kapitalisme pemusatan berjalan dengan spontan dengan sendirinya, tidak teratur dan rencana, anarkistis, dan biasanya langsung diikuti dengan kehancuran dan keruntuhan perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang menjadi mangsa daripada kekuasaan kapitalis monopoli.
Suatu perkembangan lanjut dalam perekonomian sosialis ialah adanya kombinasi dalam produksi. Kombinasi ini memungkinkan penggunaan bahan-bahan mentah dan bahan-bahan bakar dengan lebih baik dan lebih effesien, mengurangi biaya-biaya tansport dan mempercepat proses produksi. Pemusatan produksi yang telah maju membawa pula timbulnya spesialisasi dalam perindustrian. Spesialisasi dalam perindustrian berarti orientasi perusahaan atas pembuatan suatu hasil tertentu, bagian-bagiannya dan bagian-bagian daripada bagian atau atas pelaksanaan masing-masing cara penyelesaiannya pada pembuatan hasil itu. Spesialisasi menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan dengan teratur kebaikan-kebaikan dan keuntungan-keuntungan yang ada pada pembagian kerja antara perusahaan-perusahaan. Dengan spesialisasi ini akan timbul kemungkinan dipergunakannya perlengkapan-perlengkapan dan mesin-mesin dengan sebaik-baiknya hingga memberikan hasil
sebesar-besarnya serta dilakukannya dengan luas standarisasi dan berjalan untuk produksi secara besar-besaran, hingga dengan demikian dapatlah terjamin suatu kenaikan produktifitas kerja yang setinggi-tingginya.
Dengan adanya kemajuan dan pembuatan perlengkapan-perlengkapan dan mesin-mesin baru dalam teknik perindustrian, akan bertambah pula perusahaan-perusahaan perindustrian, yang menyebabkan kenaikan jumlah serta kenaikan kecakapan teknik kaum pekerja. Sebaliknya dalam kapitalisme, peggunaan dan kemajuan mesin-mesin pada umumnya mengakibatkan pengangguran dan menurunnya kualifikasi sebagian
besar kaum pekerja.
Untuk menghubungkan semua cabang dan daerah perekonomian didalam negeri yang merupakan suatu kesatuan perekonomian, alat-alat perhubungan penting sekali kedudukannya dalam produksi dan distribusi barang-barang materil. Dalam perekonomian sosialis yang berdasarkan atas suatu perencanaan, alat-alat perhubungan mendapatkan arti yang besar sekali, karena jalannya perekonomian amat cepat dan hubungan antara cabang-cabang perekonomian sangat luas pula. Pemusatan segala alat-alat perhubungan (darat, sungai, laut dan udara) dalam tangan masyarakat meniadakan persaingan antara macam-macam bentuk-bentuk perusahaan-perusahaan perhubungan dan memungkinkan diadakannya koordinasi dalam segala pekerjaan. Sistem perhubungan dalam sosialisme yang merupakan suatu kesatuan didasarkan atas hasil-hasil terbaru dalam teknik transport, penggunaan seluas-luasnya alat-alat perhubungan yang berkualitas tinggi dan bentuknya terbaru, mekanisasi kerja menaikan dan membongkar barang, penyempurnaan perekonomian jarak jauh dan sebagainya.
Pertanian Sosialis
Dalam kapitalisme perekonomian kaum tani terpecah belah dalam perusahaan-perusahaan pertanian kecil, sedangkan sebagian besar tanah berada dalam kekuasaan kaum kapitalis yang menjadikannya perusahaan-perusahaan perkebunan besar. Dalam sosialisme perkebunan-perkebunan besar harus menjadi milik Negara yang hasilnya diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat. Adalah suatu kesalahan besar jika dalam sosialisme juga pertanian Rakyat yang terpecah belah itu dirampas pula oleh Negara. Bahkan Negara harus mengatur tanah milik Rakyat dan membatasinya dalam maksimum dan minimumnya. Dalam minimum hingga tidak ada Rakyat tani lagi yang hidup dalam kekurangan, tetapi dapat menempuh kehidupan yang layak bagi kemanusiaan; dalam maksimum hingga tidak orang lagi yang hidup dalam kemewahan yang berlimpah-limpah dari pada hasil tanah dengan sama sekali tidak mengeluarkan tenaga sedikitpun, sedangkan yang nyata-nyata membanting tulang dipaksa hidup dalam kesengsaraan.
Perusahaan kolektif pertanian Rakyat dan perusahaan pertanian Negara yang berbentuk perkebunan-perkebunan Negara adalah dasar perekonomian pertanian sosialis. Bentuk-bentuk ini memudahkan adanya pemusatan-pemusatan dan mekanisasi dalam seluruh perusahaan pertanian. Demikian pula hubungan antara pertanian dan perindustrian dapat diatur dengan sebaik-baiknya. Dalam perkebunan-perkebunan besar dapat dipergunakan alat-alat teknik baru sebagai umpama dalam perusahaan-perusahan gula, teh ,kopi, karet, tembakau, penanaman kapas dengan pemintalan dan pertenunannya dan sebagainya. Traktor-traktor dan mesin-mesin serta perkakas pertanian lainnya akan mempermudah dan mempecepat jalannya pekerjaan dalam pertanian.
Dengan adanya perombakan bidang pertanian secara sosialis, cara-cara tradisional dalam pertanian yang tidak sesuai lagi dengan jamannya dapat dilenyapkan dan diganti dengan sistem pertanian yang baru. Garis-garis pokok yang baru ini, ialah:
1. pemakaian seluas-luasnya alat-alat teknik yang terbaru serta hasil-hasil ilmu pengetahuan pertanian yang termaju;
2. penggunaan cara penanaman yang sebaik-baiknya dengan mengutamakan penanaman bahan-bahan makanan, sayur-mayur, dan tanaman perkebunan yang seluas-luasnya;
3. pemakaian pupuk buatan dan pupuk organik.
4. pembukaan tanah-tanah yang masih kosong, pengeringan rawa-rawa dan sebagainya.
Suatu pimpinan yang baik dari pada perusahaan sosialis akan meniadakan universalisme perekonomian petani kecil yang hanya beberapa bidang menghasilkan untuk keperluan sendiri; demikian pula tidak memungkinkan adanya pertumbuhan sepihak perusahaan-perusahaan kapitalis, yang pada umumnya menjalankan spesialisasi dalam suatu penanaman bahan tertentu(monokultur). Spesialisasi dalam perusahaan-perusahan pertanian sosialis menunjukan bahwa sesuai dengan syarat-syarat alam dan syarat keekonomian suatu daerah dengan teratur berencana didirikan dan diperkembangkan suatu cabang pokok perekonomian pertanian dan disampingnya cabang-cabang pelengkapnya. Dengan demikian spesialisasi tidak menutup perkembangan suatu perusahaan yang banyak cabang-cabangnya asalkan cabang-cabang pokok dan cabang-cabang pelengkapnya dikoordinasi dengan baik, bahkan memajukannya. Suatu keuntungan besar dalam perekonomian sosialis ialah bahwa perusahaan-perusahaan yang komplek dan bercabang-cabang mempunyai kemungkinan besar sekali untuk berkembang dengan baik dan mengatur tenaga kerja dengan produktif.
Penggabungan perusahaan-perusahaan pertanian dengan melengkapinya dengan alat-alat teknik yang baru memerlukan pendidikan tenaga-tenaga ahli yang menguasai teknik dan ilmu pengetahuan pertanian yang baru dan maju. Dengan demikian hasil tanah tiap hektarnya akan bertambah, produktifitas peternakan akan naik serta perkembangan seluruh produksi pertanian akan semakin luas.
Jalannya Kemajuan Teknik dalam Sosialisme
Garis-garis besar kemajuan teknik dalam sosialisme, ialah:
A. Mekanisasi dan Otomatisasi Produksi. Mekanisme berarti penggantian tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Adalah suatu keharusan keekonomian dalam sosialisme untuk menjalankan mekanisasi dengan konsekuen dalam proses produksi. Kenaikan produksi yang cepat dan tepat hanya dapat dijamin dengan penyempurnaan teknik yang teratur dan mekanisasi proses kerja dalam segala lapangan perekonomian. Mekanisasi proses kerja adalah tenaga yang menentukan dan tanpa adanya mekanisasi tidak mungkin dapat dijamin tempo produksi yang tinggi yang seluasnya produksi dengan cepat. Dalam sosialisme mekanisasi penuh terus-menerus mendapat kemajuan yang luas. Mekanisasi penuh ialah mekanisasi semua tingkat proses produksi yang berhubungan satu dengan yang lain, tingkat pokok maupun tingkat cabang; dasarnya ialah suatu permesinan yang lengkap dan tertutup dan meliputi seluruh produksi. Dalam sistem mekanisasi penuh satu mesin melengkapi yang lain, hingga kekurangan-kekurangan dalam mekanisasi biasa yang dapat dikesampingkan.
Tingkat tertinggi mekanisasi adalah otomatisasi, artinya penggunaan mesin-mesin otomatis dengan pengemudian sendiri. Rapat sekali hubungannya dengan otomatisasi ialah telemekanik, ialah pengemudian dan pengawasan kerja dengan mesin-mesin dan alat-alat dari tempat yang jauh. Sistem mesin dalam keseluruhannya yang meliputi seluruh proses produksi dengan pengemudian sendiri disebut sistem mesin otomatik Pada semua sistem mesin otomatik semua produksi yang diperlukan untuk mengerjakan bahan mentah hingga menjadi barang jadi dilakukan tanpa bantuan kerja manusia; yang diperlukan cukup hanya pengawasan seorang tenaga kerja saja. Mekanisasi produksi dalam tingkatnya yang tinggi, dalam sosialisme adalah dasar untuk kenaikan cepat produktifitas kerja, dasar untuk mendekatkan kerja jasmaniah dengan kerja rohaniah.
B. Elektrifikasi Perekonomian Rakyat. Perombakan semua cabang perekonomian sampai kepada produksi besar dengan menggunakan mesin dan menjalankan mekanisasi dalam proses produksi yang konsekwen, rapat sekali hubungannya dengan elektrifikasi(penggunaan tenaga listrik). Tenaga listrik adalah dasar teknik produksi besar modern. Sosialisme memberi jaminan untuk penggunaan tenaga listrik secara teratur menurut rencana dalam semua cabang perekonomian Rakyat. Sifat khas dalam sosialisme untuk elektrifikasi , ialah:
1. pemusatan pembangkitan tenaga dan kosentrasi kapasitas pada pembangunan-pembangunan tenaga listrik yang besar, pembangunan cepat kawat-kawat aliran tinggi yang mempersatukan bangunan-bangunan tenaga yang berdiri sendiri-sendiri menjadi suatu sistem yang besar untuk satu daerah atau lebih, dengan tujuan untuk mencapai suatu kesatuan sistem perhubungan aliran bagi seluruh negeri atau daerah bagian negeri yang seluas-luasnya;
2. pembangunan bangunan-bangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan tenaga air, yang diperkembangkan atas dasar yang luas dan yang penaikan bagian-bagiannya diatur dengan pembangkitan tenaga seluruhnya, yang merupakan suatu faktor yang penting sekali untuk penaikan neraca tenaga listrik didalam negeri.
Elektrifikasi perindustrian merubah cara bekerja pabrik-pabrik dan bangunan-bangunan lainnya. Mesin-mesin penggerak dan alat transmisinya yang rumit hampir dalam semua bagian perusahaan diganti dengan satu mesin penggerak listrik. Elektrifikasi mesin-mesin kerja adalah dasar tenaga yang diperlukan dalam mekanisasi, mekanisasi penuh dan otomatisasi serta telemekanik dalam produksi. Penggunaan tenaga listrik menimbulkan cabang-cabang perindustrian baru sebagai elektrometallurgi baja besi dan baja bukan besi, elektrokimia dan cara-cara baru dalam pengolahan baja.
C. Penggunaan Seluas-luasnya Ilmu Kimia dalam Produksi. Kemajuan teknik modern juga tampak pada senantiasa adanya kemajuan dalam ilmu kimia dan penggunaan cara bekerja menurut ilmu kimia. Cara bekerja menurut ilmu kimia mempercepat proses produksi, menjamin terpakainya bahan-bahan mentah dengan sebaik-baiknya dan membuka kesempatan untuk menemukan bahan-bahan dan jenis materiil baru. Produksi modern yang menggunakan ilmu kimia pada umumnya diotomatisasikan dan berjalan kontinu, dalam aparatur lengkap dengan pengawasan dan pengemudian otomatis, tanpa ikutnya seseorangpun dengan langsung. Pemakaian hasil kimia adalah suatu syarat penting untuk kenaikan hasil tiap hektar dalam bidang pertanian. Produksi bahan makanan dengan hasil yang besar berhubungan rapat sekali dengan penggunaan hasil-hasil kimia dalam bidang pertanian.
Pembagian Daerah dalam Produksi Sosialis
Dalam sosialisme diadakan pembagian daerah produksi dan sistem perhubungan baru dari pada cabang-cabang produksi dan daerah-daerah produksi didalam negeri. Dalam masyarakat kapitalis akibat dari pada hasrat untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dan adanya persaingan antara produsen-produsen kapitalis ialah adanya pembagian daerah produksi yang tidak merata dan tidak rasionil. Produksi dikonsentrasikan dibeberapa tempat pusat, sedangkan daerah yang luas, terutama daerah-daerah jajahan, terkutuk dalam keterbelakangan dalam bidang perindustrian.
Sosialisme membuat pembagian dearah produksi dengan teratur menurut rencana, dengan tujuan guna mempertinggi produktifitas kerja, memperkuat kekuasaan Negara dan menaikan kesejahteraan kehidupan seluruh Rakyat pekerja. Pembagian daerah produksi dalam sosialisme berdasar atas asas-asas sebagai berikut:
1. Sedapat mungkin mendekatkan produksi dengan sumber-sumber bahan-bahan mentah dan dengan daerah-daerah pemakai hasil-hasil perindustrian dan pertanian. Suatu pembagian daerah atas dasar ini memberi kemungkinan, digunakannya lebih baik sumber-sumber alam dan dihindarinya cara-cara pengangkutan yang tidak rasional; dengan itu dapat dihemat banyak tenaga kerja dan dapat dipercepat jalannya produksi.
2. Menghilangkan ketidaksamaan keekonomian diantara suku-suku bangsa, menaikan dengan cepat perekonomian daerah yang masih terbelakang; asas ini adalah dasar materil untuk memperkuat persatuan bangsa.
3. Pembagian kerja teritorial (menurut wilayah) dengan teratur menurut rencana antara daerah-daerah perekonomian pada perkembangan perekonomian yang komplek (yang meliputi banyak bidang) sesuatu wilayah dengan memperhatikan syarat-syarat alam dan keadaan-keadaan khusus untuk mencapai keadaan keekonomian, guna menghasilkan barang-barang perindustrian dan pertanian tertentu. Perkembangan daerah pertanian yang komplek, dengan memperhatikan keperluan-keperluannya akan bahan-bahan bakar, bahan-bahan bangunan, produksi secara besar-besaran perindustrian ringan dan bahan-bahan makanan, banyak sekali mengurangi pengangkutan jarak jauh yang tidak rasional dan membantu mobilisasi sumber-sumber bahan mentah yang terdapat dalam daerah itu.
4. Pembagian daerah perindustrian dengan teratur menurut rencana yang meliputi seluruh negeri, sehingga terdiri kota-kota dan pusat-pusat perindustrian yang baru di daerah-daerah pertanian yang dahulunya terbelakang; ini berarti mendekatkan perindustrian kepada pertanian, sehingga akan lenyaplah perbedaan-perbedaan hakiki antara kota dan desa.
5. Memperkuat kemampuan pembelaan negeri; pengepungan kaum kapitalis imperialis yang mengandung permusuhan mengharuskan memajukan dengan cepat sekali cabang-cabang perindustrian sebanyak mungkin.
Pada umamnya pembagian daerah produksi dalam sosialisme berdasarkan pembagian menurut wilayah (rayon). Yang disebut pembagian menurut wilayah adalah pembagian teratur berencana daerah-daerah negeri dalam wilayah-wilayah besar yang berdiri sendiri, dan sesuai dengan keadaan alam dan syarat-syarat keekonomian khusus dalam wilayah itu.